Medan, DKPP- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa delapan penyelenggara pemilu dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu pada perkara 165-PKE-DKPP/VI/2019. Sidang ini digelar di ruang sidang Bawaslu Provinsi Sumatera Utara, Selasa (23/7), dengan agenda mendengarkan pokok-pokok aduan dari Pengadu dan jawaban para Teradu.
Delapan penyelenggara pemilu tersebut adalah Ketua dan Anggota KPU Kab. Nias Selatan, yakni Edward Duha, Meidanariang Hulu, Repa Duha, Eksodi Makarius Dakhi, dan Yulianto Gulo. Teradu lain Yulhasni dan Benget Silitonga, Ketua dan Anggota KPU Prov. Sumatera Utara, juga Syafrida R. Rasahan, Ketua Bawaslu Prov. Sumatera Utara
Pengadu adalah Dawido Bawamenewi, calon legislatif DPRD Kab. Nias Selatan yang memberi kuasa kepada Aulia Andri. Dalil aduan Pengadu di antaranya terkait pelanggaran administrasi pemilu yakni tidak dilaksanakannya putusan Bawaslu Kab. Nias Selatan oleh KPU Kab. Nias Selatan. Hal ini menyebabkan itu, Pengadu (Dawido Bawamenewi) merasa dirugikan secara administrasi karena hak-hak konstitusinya sebagai caleg menjadi hilang.
“Kemudian, Teradu VI dan VII (Yulhasni dan Benget Silitonga-red) sebagai atasan langsung diduga tidak berupaya melakukan pengawasan dan supervisi” kata Aulia.
“Teradu VIII (Syafrida R. Rasahan-red) tidak serius dalam memberikan supervisi atau koordinasi terhadap koleganya, yakni KPU Provinsi Sumatera Utara,”lanjutnya.
Dalam sidang, para Teradu menolak semua dalil aduan yang disampaikan Pengadu. Menurut Teradu I, Edward Duha, pihaknya telah melaksanakan tahapan rekapitulasi hasil penghitungan suara berdasarkan peraturan KPU. Kemudian, pihaknya juga telah berupaya menindaklanjuti putusan Bawaslu Kab. Nias Selatan.
Kemudian, Eksodi Makarius Dakhi (Teradu IV-red) menambahkan bahwa pada pelaksanaan rapat pleno tersebut, tidak ada keberatan atau sanggahan dari saksi Partai Golkar.
Disamping itu, Teradu VI Ketua KPU Sumut menjawab aduan Pengadu terkait dalil tidak berupaya melakukan pengawasan dan supervisi. Menurut Yulhasni kurang tepat jika Pengadu menyebut sebagai atasan langsung, menurutnya dalam tata kerja KPU tidak mengenal istilah tersebut yang bersifat personal.
“Pada prinsipnya kami Teradu VI dan VII, selama penyelenggaraan pemilu tahun 2019 telah melaksanakan supervisi dan pengawasan terhadap KPU Kab. Nias Selatan, baik dengan kunjungan langsung maupun tidak langsung,” ungkapnya.
“Kami selalu menekankan supaya KPU Kab. Nias Selatan bekerjasama dengan Bawaslu Kab. Nias Selatan dalam menjalankan tahapan pemilu 2019,” imbuhnya.
Kemudian, Teradu VIII, Syafrida juga menolak dalil aduan yang disampaikan Pengadu. Ia mengatakan bahwa tugasnya hanya mengawasi secara berjenjang terhadap pelaksanaan putusan, hal itu adalah kewajiban Bawaslu Kab. Nias Selatan. Kemudian, jika ada putusan yang belum dilaksanakan KPU, maka pengawas pemilu dapat melaporkannya ke DKPP sebagaimana diatur Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018.
“Terkait soal supervisi, saya tidak punya kewenangan terhadap Teradu VI maupun VII, karena mereka bukan bawahan saya,” kata Syafrida.
“Mereka (KPU Prov. Sumatera Utara) adalah mitra kerja yang posisi kami adalah setara, yaitu sama-sama penyelenggara pemilu di tingkat provinsi,” pungkasnya.
Hadir sebagai pihak Terkait, Ketua dan Anggota Bawaslu Kab. Nias Selatan Pilipus F. Sarumaha, Alisniawati Hulu, dan Harapan Bawaulu. Hadir pula Anggota KPU Prov. Sumatera Utara, Herdensi dan Syahrial Syah. Kemudian, KPU Kab. Nias Selatan menghadirkan mantan Ketua PPK Boronado, Soyatona Hia sebagai saksi.
Sidang dipimpin Ketua Majelis oleh Dr. Ida Budhiati bersama Tim Pemeriksaan Daerah (TPD) Prov. Sumatera Utara, yakni Nazir Salim Manik (unsur masyarakat), Mulia Banurea (unsur KPU), dan Johan Alamsyah (unsur Bawaslu). [Sandhi]