Bengkulu, DKPP − Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 43-PKE-DKPP/I/2025 secara hibrida di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, dan Kantor KPU Provinsi Bengkulu, Kota Bengkulu, Kamis (10/7/2025).
Perkara ini diadukan oleh Syamsul Ariffin dan Jeri Putra Adiswanda. Keduanya mengadukan Ketua Bawaslu Provinsi Bengkulu, Faham Syah, beserta empat anggotanya yaitu; Eko Sugiarto, Asmara Wijaya, Debisi Ilhodi, dan Natijo Elem.
Pengadu mendalilkan para teradu telah bertindak tidak profesional dan tidak berintegritas dalam menangani laporan dugaan pelanggaran pada Pilkada Tahun 2024.
Dalam pokok aduannya, para teradu diduga telah melakukan pembiaran terhadap salah satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang diduga melakukan bagi-bagi uang dan viral di media sosial serta tidak profesional dalam menindaklanjuti laporan terkait politik uang.
“Kami menilai para teradu tidak netral dalam menangani laporan mengenai dugaan politik uang yang dilakukan salah satu paslon dan menyebut laporan tidak memenuhi unsur pelanggaran politik uang,” ungkap Syamsul Arifin.
Selain itu, Syamsul Arifin juga menyampaikan bahwa para teradu tidak menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi Bengkulu pada Pilkada Tahun 2024 dengan menyatakan laporan tidak memenuhi syarat materil.
“Padahal dalam laporan kami sudah sangat jelas ada bukti rekaman suara dan terdapat pertemuan antara tim pemenangan salah satu paslon dengan pejabat-pejabat di Provinsi Bengkulu dengan tujuan untuk bersepakat memenangkan salah satu paslon,” sambung Syamsul.
Jawaban Teradu
Ketua Bawaslu Provinsi Bengkulu, Faham Syah, yang mewakili para teradu, menolak seluruh dalil aduan pengadu. Ia menegaskan bahwa seluruh penanganan laporan dugaan pelanggaran pemilu telah dilakukan sesuai prosedur dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menanggapi tuduhan terkait dugaan pelanggaran politik uang, Faham Syah menyampaikan, laporan telah ditindaklanjuti dengan melakukan kajian awal, pembahasan dengan Sentra Gakkumdu, serta melakukan klarifikasi kepada semua pihak terkait.
“Bukti video dan voice note tidak cukup untuk dijadikan dasar tanpa pemeriksaan digital forensik dan tidak ada kecocokan antara bukti dan saksi sehingga dinyakatan tidak memenuhi unsur pidana pemilu,” tutur Faham Syah.
Terkait aduan dugaan pelanggaran TSM, Faham Syah menyebut telah ditindaklanjuti sesuai Perbawaslu Nomor 9 tahun 2020. Laporan dinyaatakan memenuhi syarat formil, namun tidak memenuhi syarat materiil karena tidak ada sebaran pelanggaran di minimal 50% wilayah kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam Pasal 135A UU Nomor 10 Tahun 2016.
“Bukti yang disampaikan hanya mencakup sebagian wilayah saja dan tidak cukup kuat untuk membuktikan pelanggaran TSM,” ungkapnya.
Kepada Majelis, ia juga menuturkan setelah di tindaklanjuti hasil kajian menunjukan tidak ada unsur pelanggran pidana namun ditemukan indikasi adanya dugaan pelanggaran netralitas ASN di Provinsi Bengkulu.
“Laporan hasil terkait ASN sudah kami teruskan ke Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia (BKN RI) untuk ditindaklanjuti,”ujarnya.
Sebagai informasi, sidang ini dipimpin oleh Ketua Ratna Dewi Pettalolo. Didampingi dua Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Bengkulu yaitu, Zacky Antony (unsur masyarkat), dan Sarjan Efendi (unsur KPU). [Humas DKPP]