Pasangkayu, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor: 93-PKE-DKPP/III/2025 di Kantor KPU Kabupaten Pasangkayu, Selasa (5/8/2025).
Perkara ini diadukan oleh Koordinator Gerak Langkah Indonesia (GLI), Putrawan Suryatno. Sedangkan pihak yang diadukan adalah Ketua Bawaslu Kabupaten Pasangkayu, Harlywood Suly Junior, bersama dua anggotanya, yaitu: Darmawan dan Moh. Fajar Purnomo.
Putrawan mendalilkan para teradu tidak meregistrasi laporan yang disampaikan seorang bernama Sabring terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh calon bupati yang merupakan petahana.
“Para teradu menjadi juru selamat calon bupati tersebut yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada karena melantik pejabat fungsional di lingkungan Pemkab Pasangkayu pada 11 September 2024,” ungkap Putrawan.
Menurutnya, semua kepala daerah dilarang melantik atau mengangkat pejabat di daerahnya setidaknya enam bulan sebelum masa pendaftaran Pilkada 2024. Sementara, pelantikan pejabat fungsional yang disebut Putrawan dilakukan setelah masa pendaftaran kontestan Pilkada 2024.
Selain laporan di atas, Putrawan juga mendalilkan para teradu telah menjadi “juru selamat” bagi pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati petahana dalam penanganan tiga laporan lainnya. Tiga laporan tersebut di antaranya adalah tentang perintah Panitia Pemilihan Suara (PPS) kepada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk mengenakan peci hitam dan jilbab merah marun.
Putrawan menduga bahwa pemilihan warna tersebut berkaitan dengan tagline paslon Bupati dan Wakil Bupati Pasangkayu, yaitu “peci hitam, jilbab merah”, sehingga ia menduga bahwa perintah PPS kepada KPPS tersebut merupakan sebuah keberpihakan penyelenggara pemilu di Pasangkayu.
Jawaban Teradu
Ketua Bawaslu Kabupaten Pasangkayu, Harlywood Suly Junior, mengakui bahwa pihaknya memang tidak meregister laporan yang disampaikan Sabring karena substansi laporan tersebut telah ditangani Bawaslu Kabupaten Pasangkayu sebelumnya.
Menurut Harlywood, lembaganya telah menerima informasi yang sama persis sebelum Sabring melaporkan hal tersebut. Sehingga laporan yang disampaikan Sabring pun tidak dapat diterima oleh Bawaslu Kabupaten Pasangkayu karena prinsip hukum ne bis in idem.
“Pada 11 September 2024, teradu II menerima informasi awal dugaan pelanggaran melalui pesan WhatsApp berupa tangkapan layar. Informasi awal ini telah kami tindak lanjuti sehingga laporan Saudara Sabring tidak memenuhi syarat materiel demi hukum,” ungkap Harlywood.
Sementara, Darmawan (teradu II), menyebut bahwa pihaknya telah menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran yang dilakukan PPS yang memerintahkan KPPS untuk menggunakan peci hitam dan jilbab merah saat pelantikan KPPS.
Darmawan mengatakan, Bawaslu Kabupaten Pasangkayu telah melimpahkan laporan tersebut kepada Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) karena locus pelanggaran yang terjadi berada di 27 kelurahan yang tersebar di 10 kecamatan yang ada di Kabupaten Pasangkayu.
Ia menambahkan, pelimpahan ini dapat dibenarkan karena telah diatur dalam ketentuan Pasal 13 Peraturan Bawaslu Nomor 9 Tahun 2024 (Perbawaslu 9/2024).
“Dalam proses klarifikasi dan kajian yang dilakukan Panwaslu Kecamatan tidak terbukti terjadi pelanggaran etik,” jelas Darmawan.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Ratna Dewi Pettalolo. Ia didampingi oleh tiga Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulbar, yaitu Muhammad Rivai (unsur masyarakat), Nasrul Muhayyang (unsur Bawaslu), dan Elmansyah (unsur KPU). [Humas DKPP]