Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara Nomor: 5-PKE-DKPP/I/2025 secara hibrida pada Selasa (4/3/3035).
Perkara ini diadukan Abdul Faris Umlati yang memberikan kuasa kepda Muhamad Rizal, Benediktus Jombang, dan kawan-kawan. Pengadu prinsipal adalah Bupati Kabupaten Raja Ampat.
Yang menjadi teradu adalah Ketua Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya, Farli Sampetoding Rego (Teradu I). Dan empat anggota Bawaslu Papua Barat Daya, yakni: Herdhi Funce Rumbewas, Regina Gembenop, Sofyan, dan Zatriawati (masing-masing sebagai Teradu II s.d Teradu V).
Kelima teradu dinilai sewenang-wenang mengeluarkan rekomendasi kepada KPU Provinsi Papua Barat Daya terkait pelanggaran administrasi yang dilakukan pengadu sebagai calon gubernur pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat Daya tahun 2024.
Pelanggaran yang dimaksud adalah pergantian sejumlah kepala distrik dan kepala kampung di Kabupaten Raja Ampat yang dilakukan oleh Pengadu tanpa persetujuan Menteri Dalam Negeri.
Rekomendasi yang sama, menjadi dasar pembatalan status pengadu sebagai calon gubernur dengan nomor urut 1.
“Rekomendasi tersebut sejatinya cacat prosedural dan subtantif, ini merupakan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Teradu I sampai V,” ungkap Kuasa Pengadu Yohanes Akwan.
Menurut Yohanes, terdapat dua surat rekomendasi dari para teradu kepada KPU Provinsi Papua Barat Daya. Yaitu, surat nomor 554 (tanggal 28 Oktober 2023 dan nomor 558 (tanggal 30 Oktober 2024).
Kuasa pengadu menambahkan adanya dugaan pemasluan tanggal informasi awal pelanggaran. Di rekomendasi 554 tertulis 29 September 2024, menjadi 30 September 2024 di rekomendasi 558.
Ia menduga kesengajaan para teradu sebagai syarat terbitnya rekomendasi atas pelanggaran yang dilakukan pengadu yang mengacu pada Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penanganan Pelanggaran.
“Para teradu juga tidak memberikan kesempatan yang cukup kepada pengadu untuk membela diri, kemudian mengajukan bukti sangahan, maupun menghadirkan saksi ahli,” Yohanes menambahkan.
Jawaban Teradu
Para teradu membantah dalil aduan yang disampaikan kuasa pengadu dalam sidang pemeriksaan.
Teradu V, Zatriawati, membenarkan dua surat rekomendasi yang ditujukan ke KPU Provinsi Papua Barat Daya, nomor 554 dan 558. Hal itu karena kelalaian atau human error, sehingga dalam waktu singkat dilakukan perbaikan atau revisi.
Teradu V juga membantah dalil aduan rekayasa tanggal informasi awal dugaan pelanggaran di kedua rekomendasi itu. Ditegaskan dia, para teradu menerima informasi pada 30 September 2024 di media online.
“Para teradu menerima informasi tersebut melalui media online tanggal 30 September 2024, terkait dengan pembakaran Kantor Distrik Waigeo sebagai buntut pergantian kepala distrik,” sanggahnya.
Hasil kajian atas informasi awal tersebut memenuhi syarat formil dan materil sebagai pelanggaran pemilu yang oleh para teradu ditetapkan melalui mekanisme pleno.
Dalam proses penanganan pelanggaran, tambah Zatriawati, para teradu didampingi unsur Kepolisian dan Kejaksaan. Termasuk dalam klarifikasi pihak-pihak terkait, antara lain Mantan Kepala Distrik yang diganti oleh pengadu, Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Raja Ampat, dan Bagian Umum Setda Kabupaten Raja Ampat
“Para teradu juga mengirimkan surat undangan klarifikasi kepada pengadu sebanyak dua kali dan sama sekali tidak hadiri. Jadi tuduhan-tuduhan tersebut tidak benar sama sekali,”ucap Zatriawati.
Sebagai informasi, sidang pemeriksaan perkara ini dipimpin oleh I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi sebagai Ketua Majelis. Sedangkan Muhammad Tio Aliansyah bertindak sebagai Anggota Majelis. [Humas DKPP]