Medan, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor: 155-PKE-DKPP/V/2025 di Kantor Bawaslu Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan.
Perkara ini diadukan oleh Khairul yang memberikan kuasa kepada Gufron Harahap. Pengadu mengadukan Ketua Bawaslu Kabupaten Labuhanbatu, Wahyudi (teradu I), beserta empat anggotanya: Bernat Panjaitan, Arman Harahap, Kahirul Nai Hasibuan, dan Makmur Muthe (masing-masing sebagai teradu II sampai V).
Para teradu didalilkan tidak profesional dan tidak berkepastian hukum dalam menangani sejumlah laporan dugaan pelanggaran administrasi pemilu serta politik uang pada pilkada serentak tahun 2024 di Kabupaten Labuhanbatu.
Pengadu melaporkan empat dugaan pelanggaran administrasi pemilihan ke Bawaslu Labuhanbatu, dengan nomor registrasi 008, 009, 011, dan 013. Namun, menurut pengadu, empat laporan tersebut dihentikan oleh para teradu.
“Sikap teradu I sampai teradu V menghentikan laporan pengadu tidak berdasarkkan kajian dan dasar hukum yang jelas. Penghentian tersebut menunjukan lemahnya sense of crisis Ketua dan Anggota Bawaslu Labuhanbatu,” ungkap kuasa pengadu, Gufron Harahap.
Penghentian empat laporan pengadu, sambung kuasa pengadu, menimbulkan kericuhan di tengah masyarakat. Selain itu, profesionalisme para teradu dipertanyakan terutama terkait dengan pengawasan dan penanganan pelanggaran administrasi pemilihan.
Sebagai informasi, pengadu merupakan saksi TPS dan bagian dari tim kerja pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 1, Faizal Amri Siregar dan Raja Fanny Fatahilah pada Pilkada Kabupaten Labuhanbatu tahun 2024.
Jawaban Teradu
Teradu I, Wahyudi, mengungkapkan empat laporan pengadu ke Bawaslu Labuhanbatu terkait dugaan pelanggaran administrasi pemilihan telah ditangani sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Wahyudi mengakui bahwa Diakui empat laporan pengadu tersebut dihentikan karena hasil klarifikasi, pengecekan, maupun kajian yang dilakukan Bawaslu Labuhanbatu tidak ditemukan pelanggaran administrasi pemilihan.
“Untuk laporan yang diregistrasi dengan nomor 08, kami melakukan klarifikasi kepada pengadu, dan ditemukan fakta jika hal tersebut bersumber dari istri pengadu yang juga saksi TPS serta tidak memiliki bukti apapun,” ungkapnya.
Dalam penanganan laporan nomor 08, para teradu juga memanggil saksi lainnya serta terlapor yakni Anggota KPPS TPS 05 Kelurahan Sei Berobang, Kecamatan Panai Hilir, Labuhanbatu. Hingga pada hasil kajian akhir yang menyatakan dugaan pelanggaran dimaksud tidak terbukti.
Penanganan serupa juga dilakukan para teradu terhadap laporan pengadu lainnya yakni nomor 09 dan 011. Sedangkan untuk laporan nomor 013, melibatkan Sentra Gakkumdu Labuhanbatu karena beririsan dengan tindak pidana pemilihan.
“Untuk laporan nomor 013 setelah memenuhi syarat formil dan materiil, dilanjutkan ke pembahasan pertama bersama Sentra Gakkumdu, klarifikasi pelapor, terlapor, saksi, dan lainnya,” Wahyudi menambahkan.
Serupa dengan laporan nomor 08, 09, dan 011, untuk laporan 013 pada pembahasan kedua Sentra Gakkumdu melalui rapat pleno memutuskan laporan dugaan tindak pidana pemilihan tidak terbukti.
Dalam sidang pemeriksaan ini, turut hadir sebagai pihak terkait antara lain Sentra Gakkumdu Labuhanbatu unsur kepolisian dan kejaksaan, Bawaslu Provinsi Sumatera Utara, dan KPU Labuhanbatu.
Sidang ini dipimpin Ketua Majelis, Ratna Dewi Pettalolo, bersama tiga Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sumatera Utara, yakni: Hisar Siregar (unsur Masyarakat), El Suhaimi (unsur KPU), dan Romson Poskoro Purba (unsur Bawaslu). (Humas DKPP)