Serang – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dalam perkara Nomor 315-PKE-DKPP/XII/2024 di Kantor KPU Provinsi Banten, Kota Serang, pada Kamis (6/3/2024).
Perkara ini diadukan oleh Saripudin yang memberikan kuasa kepada Syafril Elain RB, Nur Mawardi, dan Abdul Syukur Yakub. Pengadu mengadukan Ketua Bawaslu Kota Tangerang, Komarulloh (Teradu I), beserta empat anggota lainnya, yakni Tri Hariyono (Teradu II), Supri Andriani (Teradu III), Faridal Arkam Machus (Teradu IV), dan Mohamad Ramli (Teradu V).
Para teradu diduga tidak menindaklanjuti laporan pengadu terkait dugaan tindak pidana pemilu yang dilakukan oleh salah satu Calon Walikota dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Tahun 2024
Pengadu menyampaikan bahwa Calon Walikota dari Paslon nomor urut 3, Sachrudin, telah melakukan tindak pidana pemilu dengan membagikan 2.000 tiket gratis pertandingan sepak bola Persikota Tangerang kepada Pengurus KONI Tangerang Bidang Atletik dan Pengurus Betmen (Benteng Mania), yang kemudian dipublikasikan di akun Instagram pribadinya.
“Pelapor telah membuat laporan ke Bawaslu Kota Tangerang, namun hanya menerima tanda terima informasi awal tanpa adanya nomor tanda terima yang resmi,” ungkap pengadu. Ia menambahkan bahwa bukti-bukti yang diserahkan sudah jelas dan terang, tetapi tidak mendapatkan tindak lanjut yang semestinya.
Menurut pengadu, sejak laporan diajukan pada 2 Oktober 2024, Bawaslu Kota Tangerang tidak memberikan informasi atau konfirmasi lebih lanjut. Selain itu, pengadu menuduh bahwa Bawaslu Kota Tangerang mengubah status laporan menjadi temuan, sehingga laporan tersebut justru dilimpahkan ke Sentra Gakkumdu Kota Tangerang.
Jawaban Teradu
Para teradu membantah seluruh dalil pengadu. Teradu IV, Faridal Arkam Machus, menjelaskan bahwa formulir Model A.1 tidak diberikan kepada pelapor karena informasi yang disampaikan belum lengkap, terutama terkait saksi-saksi yang mengetahui dan terlibat langsung dalam peristiwa tersebut.
“Kami tidak bisa memberikan formulir Model A.1 karena informasi yang diberikan pelapor belum memenuhi syarat. Kami sudah meminta pelapor untuk melengkapi, tetapi tidak dilakukan,” ujar Faridal.
Terkait tanda bukti penerimaan laporan, Faridal menyatakan bahwa dokumen yang diberikan kepada pelapor adalah tanda terima biasa yang digunakan untuk surat masuk atau keluar, bukan tanda terima laporan resmi.
Teradu V, Mohamad Ramli, menegaskan bahwa Bawaslu Kota Tangerang telah berupaya mengumpulkan saksi dan bukti-bukti guna memastikan ada atau tidaknya pelanggaran pemilihan.
“Kami melakukan penelusuran lebih lanjut untuk memastikan kebenaran dugaan ini. Informasi awal dari pelapor sangat penting karena menyangkut dugaan politik uang yang dapat mencederai kejujuran pemilu,” jelas Ramli.
Ramli juga menjelaskan bahwa dalam penanganan kasus ini, Bawaslu Kota Tangerang mengacu pada standar prosedur penanganan penelusuran informasi awal sebagaimana diatur dalam Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Persidangan ini bertujuan untuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh para teradu dalam menangani laporan dugaan pelanggaran pemilu.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, didampingi oleh dua anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Banten, yaitu A. Munawar (unsur KPU) dan Badrul Munir (unsur Bawaslu). [Humas DKPP]