Banjarmasin, DKPP − Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 168-PKE-DKPP/VI/2025 dan 172-PKE-DKPP/VI/2025 di Kantor KPU Provinsi Kalimantan Selatan, Kota Banjarmasin pada Rabu (13/8/2025).
Perkara nomor 168-PKE-DKPP/VI/2025 diadukan oleh Candra Adi Susilo dan Azmirul Rufaida. Sedangkan perkara nomor 172-PKE-DKPP/VI/2025 diadukan oleh Syarifah Hayana dan Syarifah Ulu. Pengadu dalam kedua perkara ini sama-sama memberikan kuasa kepada Denny Indrayana, Kharis Maulana Riatno, Muhammad Laily Maswandi, dan kawan-kawan.
Dalam masing-masing perkara, para pengadu mengadukan Ketua Bawaslu Kota Banjarbaru, Nor Ikhsan beserta dua anggotanya yaitu, Hegar Wahyu Hidayat dan Bahrani.
Sebagai informasi para pengadu merupakan pengurus Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia (LPRI) Provinsi Kalimantan Selatan. Lembaga tersebut berstatus sebagai pemantau pemilu pada Pilkada 2024.
Dalam pokok aduannya, para pengadu pada kedua perkara tersebut mendalilkan bahwa para teradu telah bertindak tidak profesional dan tidak netral karena para teradu diduga salah menetapkan pihak-pihak sebagai terlapor dalam laporan dugaan pelanggaran pasca Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Banjarbaru 2024.
“Ini mengakibatkan sejumlah orang yang tidak terlibat langsung justru harus menjalani proses klarifikasi. Hal ini membuat mereka seolah-olah bersalah padahal tidak terlibat, dan jelas mencoreng nama baik,” ungkap Kharis Maulana.
Kharis juga menuding para teradu telah melakukan kriminalisasi terhadap pengurus LPRI dengan menghadirkan aparat kepolisian saat proses klarifikasi. Ia menilai kehadiran polisi menimbulkan tekanan psikologis dan suasana yang tidak netral.
“Kehadiran mereka membuat situasi mencekam dan mengintimidasi kami sebagai pihak yang dimintai keterangan,” katanya.
Jawaban Teradu
Menanggapi tuduhan tersebut, Ketua Bawaslu Kota Banjarbaru, Nor Ikhsan, menjelaskan bahwa penetapan terlapor dilakukan berdasarkan nama-nama yang dicantumkan oleh pelapor dalam laporan awal (Form A.1) dan sesuai prosedur yang diatur dalam Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024.
Selanjutnya ia juga menyebutkan bahwa setiap tahapan pemanggilan dicatat dalam formulir resmi dan dapat diverifikasi melalui bukti surat, berita acara, hingga daftar hadir klarifikasi
“Kami memanggil sesuai dengan daftar terlapor yang ada dalam laporan pelapor. Tidak ada penambahan atau pengurangan nama tanpa dasar hukum,” tegas Nor Ikhsan.
Sementara itu, anggota Bawaslu Kota Banjarbaru, Hegar Wahyu Hidayat, menegaskan bahwa kehadiran aparat kepolisian adalah bagian dari mekanisme Sentra Gakkumdu, termasuk juga dengan kejaksaan. Ia menyebut hal itu lazim dilakukan ketika laporan mengandung dugaan pelanggaran pidana pemilihan.
“Polisi hadir bukan untuk mengintimidasi, melainkan menjalankan tugas bersama kami dalam Sentra Gakkumdu sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama Nomor 5 Tahun 2020,” Hedar menjelaskan.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Heddy Lugito. Ia didampingi oleh tiga Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu Ani Cahyadi (unsur masyarakat), Riza Ansharu (unsur KPU), dan Akhmad Mukhlis (unsur Bawaslu). [Humas DKPP]