Medan, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan perkara dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor: 192-PKE-DKPP/IX/2025 di Kantor Wilayah Kementrian Hukum Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan, pada Rabu (15/10/2025).
Perkara ini diadukan oleh Silsilah Kasih Putra Abadi Halawa. Ia mengadukan Ketua Bawaslu Kabupaten Nias Utara, Yanser Wardin Harefa (Teradu I) dan dua anggotanya, yaitu San Ristiani Laoli dan Edikania Zega (Teradu II dan III).
Para teradu didalilkan tidak profesional dalam mengeluarkan surat rekomendasi Nomor: 0056/PM.01.02/K.SU-15/03/2024 kepada Pemerintah Kabupaten Nias Utara dalam pelaksanaaan Pilkada di Kabupaten Nias Utara.
Pengadu mempersoalkan surat imbauan tertanggal 21 Maret 2024 yang menurutnya menimbulkan tafsir menyesatkan dan berujung pada pelantikan pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nias Utara pada 22 Maret 2024.
“Surat Bawaslu Kabupaten Nias Utara itu justru menimbulkan tafsir keliru yang menjadi dasar pelantikan pejabat oleh Bupati. Akibatnya terjadi polemik di tengah masyarakat dan bahkan berdampak pada gugatan ke MK dan PTUN,” ujarnya.
Silsilah menambahkan bahwa rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu Kabupaten Nias Utara pada 1 Oktober 2024 tidak objektif dan menyalahi prinsip profesionalitas. Ia menilai para teradu mengabaikan keterangan dari terlapor dalam penanganan dugaan pelanggaran administrasi dan tidak mempertimbangkan aspek keadilan dalam kajiannya.
“Bawaslu Kabupaten Nias Utara seolah tidak netral dan tidak hati-hati dalam mengambil keputusan. Padahal rekomendasinya telah menimbulkan kegaduhan dan bahkan dijadikan dasar gugatan hukum yang semuanya tidak diterima oleh pengadilan,” ungkapnya.
Ketua Bawaslu Kabupaten Nias Utara, Yanser Wardin Harefa, menegaskan bahwa surat imbauan yang diterbitkan pada 21 Maret 2024 bersifat normatif dan merupakan tindak lanjut dari surat Bawaslu Provinsi Sumatera Utara. Ia menilai tudingan pengadu keliru karena surat tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Surat imbauan kami hanyalah penyampaian regulasi untuk mengingatkan kepala daerah agar tidak melakukan mutasi pejabat enam bulan sebelum penetapan calon. Surat itu bukan dasar hukum pelantikan pejabat,” jelas Yanser.
Yanser juga membantah tudingan pengadu yang menyebut Bawaslu Kabupaten Nias Utara tidak objektif dan mengabaikan keterangan pihak terlapor dalam kajian dugaan pelanggaran administrasi. Menurutnya, seluruh proses penanganan laporan telah dilakukan secara prosedural dan sesuai ketentuan hukum.
“Kami telah melakukan klarifikasi terhadap pelapor, terlapor, serta saksi-saksi di Kantor Bawaslu Nias Utara. Semua pihak kami beri kesempatan yang sama untuk memberikan keterangan,” ujarnya.
Dalam persidangan, Teradu III, Edikania Zega, mengonfirmasi adanya pendapat berbeda (dissenting opinion) pada saat pleno kajian akhir. Menurutnya, pelantikan tanggal 22 Maret 2024 memang sempat dilakukan, namun telah dibatalkan oleh Bupati Nias Utara pada 3 April 2024, sehingga tidak lagi memiliki akibat hukum.
“Pelantikan itu sudah dibatalkan sebelum tahapan penting Pilkada dimulai. Tidak ada perbuatan berkelanjutan yang bisa dikategorikan sebagai pelanggaran. Karena itu, menurut saya unsur pelanggaran administrasi tidak terpenuhi,” jelasnya.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi. Ia didampingi oleh tiga Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sumatera Utara, yaitu Dadang Darmawan Pasaribu (unsur masyarakat), Frendianus Joni Rahmat (unsur KPU), dan Payung Harahap (unsur Bawaslu).[Humas DKPP]