Bandung, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan atas dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor: 180-PKE-DKPP/VII/2025 di Kantor KPU Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung.
Perkara ini diadukan Djudju Nuzuluddin dan Firmansyah. Keduanya mengadukan Ketua Bawaslu Kabupaten Garut, Ahmad Nurul Syahid (teradu I), beserta empat anggotanya, yaitu: Ipur Purnama Alamsyah, Yusuf Firdaus, Imam Sanusi, Lalam Masropah ( masing-masing sebagai teradu II sampai teradu V).
Para teradu didalilkan tidak cermat melakukan pengawasan pada saat Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Tingkat Kabupaten untuk Pemilu Tahun 2024. Selain itu, para teradu juga dinilai terlambat datang menghadiri rapat pleno tersebut.
“Para teradu tidak cermat dengan terjadinya perubahan-perubahan data perolehan suara tahun 2024 yang diperbaiki di luar rapat pleno di tingkat kecamatan, tidak berjalannya konsep pencermatan yang seharusnya dilakukan para teradu,” ungkap pengadu, Firmansyah, Kamis (28/8/2025).
Menurut Firmansyah, perubahan data perolehan suara yang diperbaiki di luar rapat pleno tingkat kecamatan, terjadi di beberapa tempat. Antara lain di Cihurip, Cikelet, Mekarmukti, Karangtengah dan lainnya.
Kedua pengadu juga mempertanyakan pengawasan yang dilakukan para teradu. Akibat lalainya pengawasan, terjadi perubahan data perolehan suara pada pemilu tahun 2024 di Kecamatan Cisompet, Pameungpeuk, Pakenjeng, Cibalong, Cisewu, dan lainnya.
“Para teradu tidak cermat melakukan pengawasan proses perbaikan data dan pencermatan. Apa yang dilakukan para teradu dalam rapat rekapitulasi penghitungan suara hanya berbentuk narasi saja,” tegasnya.
Profesionalitas para teradu menjalankan tugas dan fungsi pengawasan dalam rapat rekapitulasi penghitungan suara juga disoal pengadu. Para teradu tercatat beberapa kali terlambat datang dalam rapat yang dilaksanakan secara maraton tersebut.
Jawaban Teradu
Teradu I sampai teradu V membantah seluruh dalil aduan yang disampaikan pengadu di hadapan Majelis DKPP. Pengawasan terhadap rekapitulasi penghitungan suara di Kabupaten Garut, menurut para teradu, dilakukan terus menerus dari tanggal 1 – 5 Maret 2024.
Teradu I, Ahmad Nurul Syahid, mengungkapkan rekapitulasi penghitungan suara pada pemilu tahun 2024 menggunakan aplikasi Sirekap. Bawaslu Garut memiliki akses terbatas karena bukan pengguna langsung aplikasi tersebut.
“Kami tidak dapat melakukan pengawasan secara langsung atas beberapa perubahan data Sirekap di luar mekanisme rapat pleno tingkat kabupaten karena bukan pengguna aplikasi tersebut,” ungkapnya.
Teradu I mengakui perubahan data perolehan suara di luar rapat pleno sulit terdeteksi oleh para teradu. Meski demikian, sejumlah Panwaslu Kecamatan aktif menyikapi perbedaan data perolehan suara dalam rekapitulasi penghitungan suara tingkat kabupaten.
“Misalnya untuk Kecamatan Cikelet, dilakukan pencermata dan klarifikasi sehingga ditemukan letak perbedaan data dimaksud. Selanjutnya kami juga aktif dalam forum tersebut, misalnya ada kesalahan penjumlahan dan melakukan penelusuran hingga selesai,”jelasnya.
Teradu II, Ipur Purnama Alamsyah, menegaskan pengawasan yang dilakukan Bawaslu Garut telah telah dilakukan secara profesional dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Dalil yang diadukan pengadu (terlambat hadiri rapat pleno rekapitulasi) adalah hal teknis, bukan hal yang subtantif yang dapat menyebabkan kami melanggara integritas dan profesionalisme sebagai penyelenggara pemilu,” kata Ipur.
Sidang pemeriksaan ini dipimpin Ketua Majelis, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, didampingi oleh tiga Anggota Majelis yakni Martinus B. Herlambang (TPD Provinsi Jawa Barat unsur masyarakat), Hedi Ardia (TPD Provinsi Jawa Barat unsur KPU), dan Harminus Koto (TPD Provinsi Jawa Barat unsur Bawaslu). (Humas DKPP)