Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang virtual pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) untuk perkara nomor 29-PKE-DKPP/VII/2022, Jumat (12/8/2022), pukul 09.00 WIB.
Perkara ini diadukan oleh Ketua dan empat Anggota KPU Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), yaitu Harmain, Wawan Wiraatmaja, Sastriadi, Eko Wahyu Sulistiobudi, dan Sapta Tjita. Kelima nama tersebut mengadukan Anggota KPU Kabupaten Kapuas, Budi Prayitno.
Dalam pokok aduan, kelima Pengadu menduga Budi terlibat langsung dalam pengadaan barang dan jasa berupa alat pelindung diri (APD) dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Kalteng Tahun 2020 di KPU Kabupaten Kapuas.
Pengadu V, Sapta Tjita, mengatakan Budi telah melanggar Pasal 74 huruf a dan b Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, yang antara lain menyebutkan bahwa Anggota KPU tidak boleh melakukan perbuatan yang memperkaya atau memperkaya diri sendiri.
“Teradu diduga telah melanggar Pasal 76 huruf e karena telah berhubungan dengan penyedia barang dan jasa,” kata Sapta.
Selain itu, Budi selaku Teradu juga diduga telah ditetapkan Tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dana tahapan Pilgub Kalteng yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2020.
Menurut Sapta, hal ini terungkap saat KPU Provinsi Kalteng melakukan klarifikasi dan verifikasi terhadap Ketua, Anggota, dan jajaran Sekretariat KPU Kabupaten Kapuas.
Sidang ini berlangsung secara virtual dan dipimpin oleh Anggota DKPP, Prof. Dr. Teguh Prasetyo, S.H., M.Si. Sedangkan Anggota Majelis terdiri dari Anggota DKPP Ex Officio Bawaslu, Puadi, S.Pd., M.M., serta Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Kalteng, yaitu Dr. Rudyanti Dorotea Tobing, S.H., M.Hum. (unsur Bawaslu) dan Dr. Ir. Syamsuri Yusup, M.Si. (unsur Masyarakat).
Jawaban Teradu
Budi Prayitno selaku Teradu mengungkapkan bahwa dirinya memang mengenal tiga dari 14 rekanan saat KPU Kabupaten Kapuas melakukan pengadaan APD pada 2020.
Kendati demikian, ia menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam kontrak pengadaan, melainkan hanya sebagai penghubung komunikasi saja. Kepada Majelis, ia diminta menjadi penghubung oleh Sekretaris KPU Kabupaten Kapuas, Otovianus.
Otovianus, kata Budi, memintanya menghubungi ketiga rekanan tersebut untuk datang ke Kantor KPU Kabupaten Kapuas. Permintaan ini disampaikan Otovianus kepada Budi melalui sambungan telepon.
“Jadi bukan atas keinginan saya berkomunikasi sama mereka yang berkaitan dengan kerja sama kontrak, sebab tidak ada wewenang saya buat menentukan penyedia atau rekanan,” terang Budi.
Budi mengakui terlibat dalam beberapa pembelian barang dalam pengadaan yang dilakukan oleh Sekretariat KPU Kabupaten Kapuas. Namun, pembelian ini ia lakukan atas pesanan atau permintaan dari Otovianus.
Kepada Majelis, Budi mengungkapkan bahwa pembelian tersebut menggunakan uang pribadinya. Kendati demikian, ia membantah tudingan yang menyebut dirinya mengejar keuntungan.
“Karena ini murni panggilan hati nurani saya buat membantu semata tanpa mengharapkan keuntungan,” katanya.
Budi menambahkan, ia justru kehilangan satu bidang tanah dan 115 gram emas akibat transaksi tersebut.
Dalam sidang ini, DKPP menghadirkan seorang rekanan yang terlibat dalam pengadaan yang dilakukan oleh Sekretariat KPU Kabupaten Kapuas sebagai Saksi dalam sidang ini, yaitu Syarpani.
Syarpani merupakan satu dari tiga rekanan yang dikenal oleh Budi. Kepada Majelis, Syarpani mengungkapkan bahwa Budi pernah meminta fee sebesar 2,5 persen dari nilai kontrak yang ia dapat dari KPU Kabupaten Kapuas.
Namun, hal ini juga dibantah oleh Budi. Budi berdalih, ia hanya meneruskan permintaan dari Otovianus kepada Syarpani. [Humas DKPP]