Semarang, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor: 196-PKE-DKPP/IX/2025 di Kantor Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang, pada Kamis (30/10/2025).
Perkara ini diadukan oleh Melan Aji Prabowo. Ia mengadukan Anggota KPU Kabupaten Klaten, David Indrawan.
Teradu didalilkan melakukan penipuan dan penyalahgunaan wewenang dalam proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Pengadu yang merupakan honorer di salah satu sekolah negeri di Kabupaten Klaten, diberitahu oleh teradu bahwa dirinya bisa diterima sebagai PPPK dengan syarat membayar biaya Rp15.000.000.
Menurut pengadu, teradu juga menyatakan siap membantu peralihan status pengadu dari tenaga teknis operator honorer menjadi guru. Teradu mengaku dekat dengan sejumlah orang di Dinas Pendidikan dan instansi lain di lingkungan Pemkab Klaten.
“Saya transfer kepada teradu tanggal 1 Agustus 2024 melalui BRI, namun sampai dengan Oktober 2024 status saya belum berubah. Waktu itu dijawab oleh teradu, akan ditanyakan kepada yang berkewenangan,” ungkap pengadu.
Pengadu juga tidak lulus PPPK meski telah mendaftar sesuai dengan formasi yang disarankan teradu. Saat itu, teradu berdalih akan menanyakan hal tersebut kepada pihak yang berwenang.
Ujung-ujungnya, teradu telah berjanji untuk mengembalikan uang kepada pengadu. Namun, sampai dengan Juli 2025, uang yang dikembalikan teradu baru sebesar Rp4.500.000 yang dicicil sebanyak dua kali.
“Saya melaporkan ini ke KPU Provinsi melalui email, kemudian didatangi untuk konfirmasi, tetapi tindak lanjut setelah itu tidak tahu. Dari teradu juga belum ada itikad baik,” lanjut pengadu.
Menurut pengadu, teradu melunasi semuanya setelah laporan ke DKPP dinyatakan memenuhi syarat (MS). Pelunasan tersebut dilakukan satu minggu sebelum sidang pemeriksaan ini digelar.
Jawaban Teradu
Teradu mengakui perbuatannya tersebut di hadapan majelis hakim. Hal itu terpaksa dilakukan karena terjerat pinjaman daring (online) ke sejumlah aplikasi, antara lain Bantusaku, Kredit Pintar, dan AdaPundi untuk renovasi rumah.
Teradu juga mengaku diteror oleh debt collector melaluis pesan WhatsApp kata-kata yang tidak sopan. Beberapa kali penagih utang juga mendatangi rumah dan keluarga lainnya.
“Karena panik dan bingung, saya menyampaikan kepada pengadu bahwa saya akan membantu komunikasi terkait keinginan pengadu. Dalam pikiran saya, kalau dapat titipan uang dari pengadu akan dibayarkan ke pinjaman online, kemudian pinjam lagi dari aplikasi tersebut untuk kembalikan kepada pengadu,” ungkapnya.
Namun ternyata, apa yang direncanakan teradu tidak berjalan mulus. Teradu tidak bisa mengajukan pinjaman kembali, termasuk pinjaman ke perbankan, karena memiliki catatan (record) BI checking yang buruk.
Kepada pengadu, teradu berkali-kali menyampaikan permohonan maaf melalui pesan WhatsApp dan hanya bisa melunasinya dengan mencicil. Ia juga menyampaikan permohonan maaf terutama kepada pengadu atas kegaduhan perkara ini.
“Saya sampaikan permohonan maaf terkhusus kepada pengadu atas peristiwa ini. Saya juga memohon maaf kepada keluarga besar KPU Kabupaten Klaten atas peristiwa ini yang sangat menggangu dan akhirnya terbawa,” ucapnya lagi.
Sidang pemeriksaan ini dipimpin Ketua Majelis, Heddy Lugito, didampingi Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD Provinsi Jawa Tengah) yakni Lita Tyasta Addy Listya Wardhani (unsur Masyarakat), Wahyudi Sutrisno (unsur Bawaslu), dan Muslim Aisha (unsur KPU). (Humas DKPP)


