Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa delapan orang penyelenggara Pemilu yang berasal dari KPU dan Bawaslu Kabupaten Halmahera Barat dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu untuk Nomor Perkara 275-PKE-DKPP/VIII/2019 pada Kamis (24/10/2019).
Delapan penyelenggara Pemilu itu terdiri dari lima penyelenggara KPU Kabupaten Halmahera Barat dan tiga penyelenggara asal Bawaslu Kabupaten Halmahera Barat. Delapan orang ini berstatus sebagai Teradu dalam nomor perkara 275-PKE-DKPP/VIII/2019 yang diadukan oleh Anggota DPRD Provinsi Maluku Utara, Jarsey Roba.
Lima Teradu dari KPU Kabupaten Halmahera Barat adalah Miftahuddin Yusuf (Ketua), Ramla Hasyim, Maks Kurang, Yanto Hasan dan Abdul Rahman Sulaiman. Sedangkan tiga Teradu dari Bawaslu Kabupaten Halmahera Barat yaitu Aknosius Datang, Muhammadun dan Alwi Ahmad.
Mereka diadukan Jarsey terkait dugaan pembukaan kotak suara yang menyalahi prosedur. Pembukaan kotak suara ini diduga dilakukan para Teradu dari KPU Kabupaten Halmahera Barat pada 21 Mei 2019, atau 34 hari setelah hari pemungutan suara Pemilu 2019.
Hal itu diketahui setelah Jarsey menelusuri dan mengkonfirmasi kepada sejumlah staf KPU Kabupaten Halmahera Barat.
“Peristiwa tersebut melibatkan dua orang staf Bawaslu Halmahera Barat yaitu Novita Cicilia Pattirane dan Marsel Montolalu yang saat itu hadir atas perintah Komisioner Bawaslu Kabupaten Halmahera Barat Aknosius Datang,” kata Jarsey dalam sidang.
Selain itu, ia juga mendalilkan adanya dugaan penggandaan form DA1 DPRD Provinsi untuk Kabupaten Halmahera Barat oleh staf Bawaslu Kabupaten Halmahera Barat berdasar instruksi dari Anggota Bawaslu Kabupaten Halmahera Barat.
“Berdasarkan pengakuan staf yang diperintahkan untuk menggandakan form DA1, hal tersebut dilakukan untuk mengubah hasil suara di form DA1 dan akan digunakan ketika Rekapitulasi di tingkat Provinsi Maluku Utara.
Sidang ini berlangsung melalui sambungan video yang menghubungkan antara Mabes Polri di Jakarta dengan Mapolda Maluku Utara di Ternate. Kecuali Ketua majelis, semua pihak baik Anggota majelis, Pengadu maupun Teradu, berada di Mapolda Maluku Utara.
Majelis sidang sendiri terdiri dari Anggota DKPP, Dr. Alfitra Salamm selaku Ketua majelis, bersama Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Maluku Utara sebagai Anggota majelis Hj. Masita Nawawi Gani (Unsur Bawaslu) dan Rosita Alting (Unsur Masyarakat).
Para Teradu menjelaskan bahwa pembukaan kotak suara dilakukan berdasar permohonan dari Sentra Gakkumdu Kabupaten Halmahera Barat.
“Yang isinya meminta kelengkapan alat bukti dalam proses tindak pidana Pemilu berupa dokumen C-7 atau daftar pemilih yang menggunakan hak pilih di TPS,” jelas Ramla Hasyim yang berstatus Teradu II kepada majelis.
Ia menambahkan, Sentra Gakkumdu memohon demikian karena telah menerima laporan tentang adanya dugaan pencoblosan surat suara yang berulang-ulang.
Bantahan juga dilontarkan oleh para Teradu dari Bawaslu Kabupaten Halmahera Barat melalui Ketuanya, Aknosius Datang. Ia mengatakan, pihaknya justru telah menyerahkan form DA1 kepada Bawaslu Provinsi Maluku Utara, baik untuk DPRD Provinsi, DPR RI, DPD RI serta Presiden dan Wakil Presiden.
Menurutnya, Bawaslu Kabupaten Halmahera Barat hanya melakukan pencocokan dan penelitian Form DA1 dan BD1 model KPU setelah Rapat Pleno Rekapitulasi untuk tingkat Kabupaten. Hasilnya, lanjut Aknosius, ditemukan perbedaan hasil perolehan suara untuk masing-masing calon Anggota DPRD Provinsi Maluku Utara.
“Maka Bawaslu Halmahera Barat mengeluarkan rekomendasi saran perbaikan tertanggal 8 Mei 2019 untuk ditindaklanjuti pada saat Rapat Pleno Rekapitulasi Hasil Perolehan Suara Tingkat Provinsi,” ungkapnya. [Humas DKPP]