Jayapura, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa delapan penyelenggara pemilu Kabupaten Paniai, Provinsi Papua, dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) untuk perkara nomor 309-PKE-DKPP/IX/2019 di Mapolda Papua, Jayapura, Kamis (12/12/2019), pukul 16.00 WIT.
Delapan penyelenggara pemilu ini terdiri dari lima komisioner KPU Kabupaten Paniai dan tiga komisioner Bawaslu Kabupaten Paniai.
Lima komisioner KPU Kabupaten Paniai adalah Petrus Nawipa (Ketua), Sisilia Nawipa, Agustinus Gobay, Leo Keiya dan Yosafat Yogi (anggota). Sedangkan tiga Teradu dari Bawaslu Kabupaten Paniai adalah Yafet Nawipa (Ketua), Aser Kadepa dan Martinus Pigai (anggota).
Delapan penyelenggara pemilu tersebut diadukan oleh Caleg DPR Provinsi Papua dari Partai Bulan Bintang (PBB), Yeri Adii, yang dalam sidang ini didampingi oleh kuasanya, Ngurah Gde Juan.
Dalam pokok aduan, delapan Teradu didalilkan telah mengubah suara perolehan suara yang diraih Pengadu dan sejumlah Caleg lainnya dalam Rapat Pleno Rekapitulasi Penghitungan Suara di tingkat Kabupaten. Perolehan suara Yeri dan Caleg DPR Provinsi Papua dari PBB justru di pleno tingkat provinsi justru nol suara.
Padahal, kata Yeri, dirinya dan sejumlah Caleg bersama para Teradu telah bertemu dengan Bupati Kabupaten Paniai usai pleno tingkat Kabupaten. Dalam pertemuan itu, lanjut Yeri, Bupati telah berjanji bahwa dirinya akan membantu mengawal perolehan suara hingga pleno tingkat provinsi.
“Nanti kamu akan dikawal Wakil Bupati untuk Pleno tingkat Provinsi,” katanya menirukan ucapan Bupati.
Kuasa dari Pengadu, Ngurah Gde Juan mengungkapkan, Yeri dan Caleg lainnya baru menerima form DB1 beberapa saat sebelum pleno tingkat provinsi dimulai sehingga baru menyadari dugaan kecurangan yang dilakukan para Teradu.
Selain itu, Ngurah juga menyebut bahwa Yeri dan beberapa Caleg lainnya telah berupaya berkomunikasi dengan pihak KPU Kabupaten Paniai terkait DB1 sebelum pleno tingkat provinsi dimulai. Sayangnya, lanjut dia, pihak keamanan menolak saat mereka tiba di Kantor KPU Kabupaten Paniai pada 7 Mei 2019.
Dalam sidang ini, para Teradu mengakui adanya pertemuan dengan Bupati Kabupaten Paniai dengan tujuan hanya sekedar berkoordinasi. Para Teradu pun membantah bahwa pertemuan tersebut digunakan sebagai medium intervensi dari Bupati.
Ketua KPU Kabupaten Paniai, Petrus Nawipa juga mengakui bahwa pihaknya memang tidak menyerahkan form DB1 kepada saksi-saksi dari partai politik saat pleno tingkat kabupaten usai. Hal ini, katanya, disebabkan oleh kondisi pleno yang ricuh.
“Form DB1 disimpan di Kantor KPU Kabupaten Paniai dan kami mempersilahkan semua pihak untuk mengambilnya,” jelasnya.
Ia sendiri mengakui bahwa pihaknya menyerahkan form DB1 sesaat sebelum pleno tingkat provinsi.
Dalam sidang, Petrus membantah dalil Pengadu yang menyebut adanya pihak keamanan yang menghalangi para Caleg yang ingin menanyakan terkait keberadaan form DB1.
Menurut Petrus, siapa saja dapat mendatangi kantor KPU Kabupaten Paniai tanpa dihalang-halangi.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kabupaten Paniai, Yafet Nawipa, yang juga menjadi Teradu dalam perkara ini mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengingatkan KPU Kabupaten Paniai agar menyerahkan form DB1 kepada para saksi parpol pada hari yang sama saat pleno tingkat Kabupaten diadakan.
Yafet sendiri mengakui bahwa dirinya dan komisioner Bawaslu Kabupaten Paniai yang lain turut serta dalam pertemuan dengan Bupati Kabupaten Paniai. Senada dengan Petrus, ia mengatakan bahwa pertemuan tersebut hanya medium untuk berkoordinasi.
Sidang ini sendiri dipimpin oleh Anggota DKPP, Dr. Alfitra Salamm selaku Ketua majelis bersama Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Papua sebagai Anggota majelis, yaitu Feggie Yoani Wattimena (unsur Masyarakat) dan Metusalak Infandi (unsur Bawaslu). [Humas DKPP]