Surabaya, DKPP-
Pengaduan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yang masuk ke DKPP
cukup banyak. Terlebih setiap tahapan pelaksanaan Pemilu baik Pemilu nasional
maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
“Jumlah 3.068
pengaduan yang masuk ke DKPP dari sejak tahun 2012-2018. Teradunya ada KPU
serta jajarannya ada pula Bawaslu dan jajaranya,†katanya Alfitra Salam saat
menyampaikan sambutan dalam acara Sosialisasi Kode Etik Penyelenggara Pemilu di
Kota Surabaya, Senin (24/9/2018) siang. Hadir dalam kesempatan tersebut Ketua
KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Timur Eko Sasmito, Moch. Amin dan Waki Rektor I
Universitas Dr. Soetomo Dr Siti Marwiyah. Kegiatan ini diikuti oleh sejumlah
perguruan tinggi negeri dan swasta di Kota Surabaya.
Dari jumlah
tersebut, DKPP kemudian memprosesnya selektif. DKPP melakukan verifikasi baik verifikasi
formal maupun meteriel. Pengaduan yang telah memenuhi syarat, baik formal
maupun meteriel kemudian perkara tersebut disidangkan. “Hasil pemeriksaan, bila
terbukti melanggar ada yang diberikan sanksi. Sanksi tertinggi berupa pemberhentian tetap. Namun ada juga
berupa sanksi peringatan atau teguran. Jumlah penyelenggara Pemilu yang
diberhentikan secara tetap ada 509 orang. Sedangkan diberikan sanksi peringatan
atau teguran sebanyak 1.203 orang,†jelas mantan peneliti senior LIPI tersebut.
Namun, lanjut
dia, ada juga hasil pemeriksaan itu teradu tidak melanggar kode etik
penyelenggara Pemilu. Untuk itu, DKPP wajib merehabilitasi nama baiknya.
“Artinya, laporan masyarakat terhadap penyelenggara Pemilu tidak terbukti
melanggar. Ini jumlahnya jauh lebih banyak. Lebih dari 50 persen. Biasanya,
ketika penyelenggara Pemilu yang sudah dilaporkan ke DKPP, penilaian dari
masyarakat terhadap penyelenggara Pemilu tersebut menjadi berkurang. Untuk itu,
DKPP merehabilitasi. Membersihkan nama baiknya. Tujuan dari DKPP itu
adalah menjaga kehormatan lembaga,â€
pungkasnya. [Teten Jamaludin]Â Â