Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjadi pelopor dalam peradilan etika di Indonesia. Prosesnya peradilannya dilakukan seperti peradilan umum dan persidangannya dilakukan secara terbuka.
Hal itu disampaikan ketua DKPP Jimly Asshiddiqie saat jadi narasumber pada kegiatan Pembekalan dalam Ujian Kode Etik Notaris Tahun 2013 bagi peserta calon Notaris Anggota Luar Biasa yang terdiri dari para lulusan Program Magister Kenotariatan seluruh Indonesia, yang diselenggarakan oleh Ikatan Notaris Indonesia Pusat, pada Hari Rabu (6/11/2013) di Gedung Smasco-Convention Hall, SME Tower, Lantai 2, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
“Sekarang dalam sistem ketatanegaraan Indonesia sudah cukup banyak berdiri lembaga-lembaga penegak kode etik dalam jabatan-jabatan publik. Di bidang kehakiman, misalnya, sudah ada Komisi Yudisial, di samping adanya Majelis Kehormatan Hakim (MKH) dalam sistem internal Mahkamah Agung. Di Mahkamah Konstitusi juga ada mekanisme Majelis Kehormatan Hakim (MKH) MK. Di dunia pers dan jurnalistik, terdapat Dewan Pers. Di lingkungan lembaga legislatif, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) juga telah diatur dalam UU tentang MPR, DPR, DPR, dan DPRD adanya Badan Kehormatan DPR dan Badan Kehormatan DPD sebagai lembaga penegak kode etik,” terangnya.
Kemudian, lanjut pakar hukum tata negara Universitas Indonesia yang juga pelopor berdirinya Mahkamah Konstitusi tahun 2003 ini, di lingkungan organisasi profesi, seperti misalnya di dunia kedokteran sekarang juga sudah ada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang salah satu tugasnya membentuk mengatur keberadaan majelis kehormatan etika kedokteran.Sedangkan di bidang-bidang profesi lainnya, lembaga penegak etika itu semua dilembagakan secara internal dalam masing-masing organisasi profesi, organisasi-organisasi kemasyarakatan atau pun partai-partai politik. Dewasa ini, banyak lembaga negara dan semua partai politik, serta kebanyakan organisasi kemasyrakatan (Ormas) telah mempunyai sistem kode etik yang diberlakukan secara internal dan disertai dengan pengaturan mengenai lembaga-lembaga penegaknya. Di lingkungan Pegawai Negeri sudah ada Kode Etik Pegawai Republik Indonesia dan mekanisme penegakannya. Di lingkungan Komnasham juga sudah diatur adanya Kode Etika Komisioner dan mekanisme penegakannya.
Di lingkungan organisasi profesi hukum juga sudah sejak lama berkembang adanya sistem kode etik. Di lingkungan Peradi (Persatuan Advokat Indonesia) juga sudah diatur adanya kode etika dan Majelis Kehormatan Advokat. Yang dapat dikatakan paling maju adalah di lingkungan institusi kepolisian dan tentara nasional Indonesia. Di lingkungan tentara dan kepolisian bahkan dibedakan antara kode etik dan kode perilaku, etika profesi dan disiplin organisasi. Demikian pula di lingkungan Ikatan Notaris Indonesia juga sejak lama telah berdiri Majelis Kehormatan Notaris (MKN). Dengan adanya majelis penegak kode etik profesi notaris ini diharapkan bahwa profesi notaris dapat dijaga kehormatannya, dengan menjamin semua prinsip etika profesi ditegakkan sebagaimana mestinya.
“Namun demikian, semua lembaga penegak kode etik tersebut, sebagian besar masih bersifat proforma. Bahkan sebagian di antaranya belum pernah menjalankan tugasnya dengan efektif dalam rangka menegakkan kode etik yang dimaksud. Salah satu sebabnya ialah bahwa lembaga-lembaga penegak kode etik tersebut di atas tidak memiliki kedudukan yang independen, sehingga kinerjanya tidak efektif. Karena itu, sebagai solusinya ialah bahwa lembaga-lembaga penegak kode etik tersebut harus direkonstruksikan sebagai lembaga peradilan etik yang diharuskan menerapkan prinsip-prinsip peradilan yang lazim di dunia modern, terutama soal transparansi, independensi, dan imparsialitas.”
Hal itulah yang hendak dirintis dan dipelopori oleh DKPP, yaitu agar sistem ketatanegaraan kita didukung oleh sistem hukum dan sistem etik yang bersifat fungsional. Sistem demokrasi yang kita bangun diharapkan dapat ditopang oleh tegak dan dihormatinya hukum dan etika secara bersamaan. Kita harus membangun demokrasi yang sehat dengan ditopang oleh the rule of law and the rule of ethics secara bersamaan. “The rule of law bekerja berdasarkan code of law, sedangkan the rule of ethics bekerja berdasarkan code of ethics, yang penegakannya dilakukan melalui proses peradilan yang independen, imparsial, dan terbuka, yaitu peradilan hukum (Court of Law) untuk masalah hukum, dan peradilan etika (Court of Ethics) untuk masalah etika,” jelas dia. (yr:ttm)