Jakarta, DKPP -Â
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Â Ida Budhiati mengatakan, DKPP tidak ingin
terjebak dalam rutinitas sidang. DKPP ingin berbuat lebih banyak lagi tidak
hanya sekedar tausiah melalui Putusan. Atau pun hanya memberikan sanksi, tetapi
ingin memberikan edukasi. “Kami berharap dengan adanya pendidikan etik ini
ingin meminimalkan atau menzerokan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara
Pemilu,†katanya dalam acara pembukaanÂ
Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Modul Pendidikan Etik di Erian Hotel di Jakarta. Acara dibuka malam
ini, Rabu (11/7/2018) pukul 20.00 WIB.
Pimpinan DKPP
yang hadir, Prof Muhammad, Prof Teguh Prasetyo, Alfitra Salam, Ida Budhiati.
Dari sekretariat, Kepala Biro Administrasi DKPP Bernad Dermawan Sutrisno dan
pejabat struktural serta staf sekretariat Biro Administrasi DKPP. Peserta yang hadir dalam acara ini
adalah anggota Bawaslu dari beberapa provinsi di Indonesia seperti dari Bawaslu
DKI Jakarta, dan Daerah Istimewa Yogjakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, NTB,
Kalimantan Barat, Banten, Jawa Tengah, Klaimantan Utara, dan Kalimantan
Selatan.
Untuk itu, sambung
Ida, kegiatan ini merupakan tindaklanjut dari kegiatan sebelumnya dalam acara
bimtek. Diharapkan melalui kegiatan ini mendapatkan masukan dari penyelenggara
Pemilu dan menjadi evaluasi bersama. “Diharapkan materi yang disampaikan oleh
DKPP nanti mudah dipahami oleh peserta,†katanya.
Prof Muhammad
menambahkan, sasaran dari pendidikan politik ini adalah kabupaten dan kota.
untuk itu, peran penyelenggara Pemilu di atasnya sangat penting. Mereka akan
mentransfer of knowledge pendidikan etika penyelenggara Pemilu. “Walaupun
pendidikan etik untuk kabupaten atau kota, tetapi guru-gurunya adalah di
tingkat provinsi. Sehingga teman-teman Bawaslu dan KPU kabupaten dan kota paham
tentang etika,†katanya. Â
Ia menambahkan,
etika itu mesti dipedomani oleh penyelenggara Pemilu. Tidak hanya sekedar hukum
pemilu. Pelaksanaan etika dan hukum pemilu mesti seiring sejalan. Seseorang tidak melanggar hukum itu bukan
karena takut dihukum melainkan karena kesadaran akan pentingnya etika. “Etika
ini menjadi rem dalam menjalankan tugas,†katanya.
Guru besar hukum
ilmu politik dari Universtas Hasanudin itu menambahkan, saat ini era-era
penyelenggara Pemilu yang menghiasi media massa baik media cetak maupun
elektronik. Dia berharap, setiap
penyelenggara Pemilu menjaga etika. “Mereka yang tampil bisa menghasilkan karya
atau tanggung jawab sebagai penyelenggara,†katanya.
Sementara itu,
Alfitra Salamm mengatakan, terkait penanganan pelanggaran etika di tingkat ad
hoc, pihaknya akan berkoordinasi dengan KPU dan Bawaslu. [Teten Jamaludin]