Jakarta, DKPP – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito menegaskan bahwa DKPP berwewenang memanggil semua pihak untuk dimintai keterangan dalam setiap sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) yang diadakan DKPP.
Hal ini disampaikan Heddy saat menjadi Ketua Majelis dalam sidang lanjutan pemeriksaan dugaan pelanggaran KEPP untuk perkara nomor 10-PKE-DKPP/I/2023 di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Selasa (14/2/2023).
“Kami mencari kebenaran materiel,” kata Heddy.
Ucapan tersebut dilontarkan Heddy untuk menanggapi pertanyaan dari Anggota KPU RI Idham Holik. Idham sendiri berstatus sebagai Teradu X dalam perkara 10-PKE-DKPP/I/2023.
Kepada Majelis Sidang, Idham mempertanyakan status Anggota KPU Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) Yessy Momongan dan Anggota KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe Srimulyani Benharso yang dihadirkan DKPP sebagai Pihak Terkait dalam sidang ini.
Menurutnya, kehadiran keduanya dalam sidang ini tanpa disertai izin dari pimpinannya masing-masing, dalam hal ini KPU Provinsi Sulut sebagai atasan dari Srimulyani Benharso dan KPU RI sebagai atasan dari Yessy Momongan.
Idham mengatakan, setiap Anggota KPU di semua tingkat wajib kerja penuh waktu sesuai dengan Pasal 135 ayat (1) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Idham mengklaim belum mengetahui adanya izin kepada Yessy dan Srimulyani untuk hadir dalam sidang DKPP.
“Yang bersangkutan (Yessy Momongan dan Srimulyani Benharso, red.) telah melanggar Pasal 135 ayat (1) PKPU Nomor 8 Tahun 2019,” katanya.
Selanjutnya, Heddy pun menanggapi bahwa memanggil penyelenggara Pemilu untuk dijadikan Pihak Terkait merupakan wewenang DKPP sebagaimana diatur dalam Pasal 159 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Urusan internal di KPU silahkan diselesaikan, yang jelas ini (memanggil Yessy dan Srimulyani, red.) untuk keperluan persidangan,” tegasnya.
Dalam memimpin sidang ini, Heddy didampingi lima Anggota Majelis yaitu J. Kristiadi, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Ratna Dewi Pettalolo, Muhammad Tio Aliansyah, dan Puadi.
Perkara 10-PKE-DKPP/I/2023 sendiri diadukan oleh Jeck Stephen Seba yang memberikan kuasa kepada Alghiffari Aqsa, Fadli Ramadhanil, Ibnu Syamsu Hidayat, Imanuel Gulo, Airlangga Julio, Yokie Rahmad Isjchwansyah, Hilma Gita, dan Ikhsan L. Wibisono.
Jeck Stephen Seba mengadukan sepuluh penyelenggara pemilu, di antaranya Ketua dan Anggota KPU Provinsi Sulut, yaitu Meidy Yafeth Tinangon, Salman Saelangi, dan Lanny Anggriany Ointu sebagai Teradu I sampai III.
Teradu IV dan Teradu V masing-masing adalah Sekretaris KPU Provinsi Sulut Lucky Firnando Majanto dan Kabag Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Partisipasi, Hubungan Masyarakat, Hukum, dan SDM KPU Provinsi Sulut Carles Y. Worotitjan.
Sementara pada Teradu VI sampai Teradu VII adalah Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Sangihe, yaitu Elysee Philby Sinadia, Tomy Mamuaya, dan Iklam Patonaung. Sedangkan dua Teradu terakhir adalah Kasubbag Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Sangihe Jelly Kantu dan Anggota KPU RI Idham Holik.
Sebelumnya, perkara ini sudah pernah disidangkan pada 10 Februari 2023. Saat itu, Ketua Majelis memutuskan untuk menskors sidang dan melanjutkannya pada 14 Februari 2023.
Keterangan Yessy
Dalam sidang, Yessy mengungkapkan bahwa kecurangan dan manipulasi pada tahapan verifikasi faktual dan verifikasi faktual perbaikan partai politik peserta Pemilu Tahun 2024 adalah benar adanya.
Menurutnya, dugaan manipulasi data ini dilakukan melalui aplikasi Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) sehari sebelum verifikasi faktual perbaikan dilakukan. Verifikasi faktual perbaikan sendiri dimulai pada 24 November hingga 7 Desember 2022.
“Lalu manipulasi data dilajukan sehari sebelum pleno verifikasi faktual yang dilakukan 9 Desember 2022,” katanya.
Yessy mengungkapkan, KPU Provinsi Sulut telah melakukan rekapitulasi hasil verifikasi faktual partai politik dari 15 Kabupaten/Kota yang ada di provinsi tersebut pada 6 November 2022.
“Hasilnya ada sembilan partai politik yang belum memenuhi syarat,” ungkap Yessy.
Ia menambahkan, pihak KPU Provinsi Sulut sejatinya berharap agar data hasil rekapitulasi verifikasi faktual partai politik di provinsi tersebut juga tidak berubah saat dilakukan rekapitulasi nasional oleh KPU RI. Namun, hal ini urung terjadi karena hasil rekapitulasi yang dilakukan KPU Provinsi Sulut berubah saat diumumkan oleh KPU RI dalam rekapitulasi
Yessy juga mengungkapkan bahwa ia telah berkomunikasi dengan Sekretaris KPU Provinsi Sulut Lucky Firnando Majanto (Teradu IV) terkait hal ini. Dalam komunikasi melalui aplikasi Whatsapp tersebut, Lucky mengatakan kepada Yessy bahwa ada perintah dari Sekretaris Jendral (Sekjen) KPU RI.
“Izin, Bu Yessy perintah Pak Sekjen untuk ditindaklanjuti,” kata Yessy membacakan chat dari Lucky.
Selanjutnya, Yessy mengaku menerima telepon dari Anggota KPU RI August Mellaz. Dalam sambungan telepon itu, katanya, August yang sedang bersama Anggota KPU RI yang lain dan Sekjen KPU RI memintanya bekerja sama untuk mengubah hasil verifikasi faktual Partai Gelora yang sebelumnya Belum Memenuhi Syarat (BMS) menjadi Memenuhi Syarat (MS).
“Saya sampaikan kepada beliau bahwa saya tidak dapat bekerja di luar aturan,” ucapnya kepada majelis.
Hal ini pun dibantah oleh Teradu II Salman Saelangi. Salman bersikukuh tidak ada praktik manipulasi dan kecurangan dalam verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Menurutnnya, yang ada adalah kegagalan sistem dalam SIPOL. Ia mengungkapkan, ada perbedaan dalam data riil dan data dalam SIPOL.
“Data riil partai politik memang MS tapi dalam SIPOL justru BMS,” kata Salman.
Hal ini pun dianggapnya sebagai kegagalan sistem dalam SIPOL karena aplikasi ini tidak dapat membaca data yang telah diinput berulang-ulang sebelumnya.
“Ibu Yessy saat itu sedang berada di luar kota saat ini terjadi,” ungkap Salman.
Salman menambahkan, antara Yessy dengan dirinya dan Teradu I dan Teradu III memang tengah dalam hubungan dingin sejak hasil verifikasi faktual kabupaten/kota se-Kabupaten Kota direkapitulasi di tingkat provinsi oleh KPU Provinsi Sulut pada 6 November 2022.
Hal inilah yang membuat Yessy tidak mengetahui permasalahan dalam SIPOL karena komunikasi yang tidak baik di antara Yessy dengan tiga Anggota KPU Provinsi Sulut.
“Sudah ada perbedaan pendapat pada tanggal 6 November dan itu lebih keras lagi pada tanggal 7 November,” ucapnya.
Hal senada diucapkan oleh Teradu V Carles Y. Worotitjan. Ia mengamini ucapan Salman terkait kegagalan sistem dalam SIPOL.
Menurutnya, admin SIPOL memiliki otoritas masing-masing yang tidak dapat mengganggu satu sama lain. Singkatnya, admin SIPOL KPU tingkat provinsi tidak dapat mengubah unggahan admin SIPOL KPU tingkat kabupaten/kota.
“Kenapa ada perintah dari Sekjen KPU? Karena ada persoalan seperti itu (kegagalan sistem, red.),” kata Carles.
Keterangan Srimulyani
Sementara Pihak Terkait lainnya, Anggota KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe Srimulyani Benharso mengungkapkan bahwa dirinya mendapat informasi dari Anggota KPU Kepulauan Sangihe Jeck Stephen Seba tentang perubahan hasil verifikasi faktual Partai Gelora pada 10 November 2022.
Hasil verifikasi faktual Partai Gelora, katanya, telah diubah oleh Kasubbag Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Sangihe Jelly Kantu, dari sebelumnya BMS menjadi MS. Jelly Kantu juga berstatus sebagai Teradu IX dalam perkara ini.
Selanjutnya, Srimulyani dan Anggota KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe yang lain pun melakukan klarifikasi terhadap Jelly Kantu dan Sekretaris KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Dalam klarifikasi tersebut, kata Srimulyani, Jelly Kantu, mengakui telah mengubah hasil verifikasi faktual dari Partai Gelora. “Sebagai bentuk loyalitas terhadap pimpinan,” ungkapnya tentang motif perbuatan Jelly Kantu.
Video klarifikasi ini sendiri dihadirkan Pengadu sebagai alat bukti dalam sidang ini. Video ini sempat diputar secara tertutup dalam sidang ini.
Jelly Kantu sendiri menarik ucapannya dalam klarifikasi. Menurutnya, ucapannya yang disampaikan dalam klarifikasi tidaklah benar lantaran ia tengah kelelahan secara fisik dan psikologi.
“Saya hanya ingin cepat selesai sehingga saya berbohong dalam klarifikasi,” katanya. [Humas DKPP]