Bali,
DKPP – Undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
telah disahkan dalam rapat paripurna DPR RI pada tanggal 21 Juli 2017 lalu. Hal
tersebut berdampak bagi penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Pokok-pokok
perubahan dalam UU No 7 Tahun 2017 antara lain perubahan terkait penyelenggara
pemilu, perubahan syarat anggota penyelenggara pemilu, perubahan
kewenangan, penyelenggaraan pemilu,
alokasi kursi dan dapil, sistem pemilu, peserta pemilu, perubahan syarat calon,
kampanye dan dana kampanye, pemungutan dan rekapitulasi.
Terkait
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) misalnya, Pasal 155 ayat 2
menyebutkan bahwa “DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutus aduan dan/atau
laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU,
anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota Bawaslu, anggota
Bawaslu Provinsi dan anggota Bawaslu Kabupaten/Kotaâ€. Artinya untuk
penyelenggara pemilu yang bersifat ad hoc seperti Panwaslu Kecamatan, Panwaslu
Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan Pengawas TPS
terkait pelaporannya kini ditangani oleh Panwaslu/Bawaslu Kab/kota dan tidak langsung ke Bawaslu provinsi atau
DKPP seperti ketentuan undang-undang penyelenggara pemilu sebelumnya.
Demikian
pula dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ketentuan Pasal 89 ayat (4) menyebutkan
bahwa “ Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu
Kabupaten/Kota bersifat
tetapâ€. Permanennya kedudukan Bawaslu Kabupaten/kota berdasarkan Undang-undang
No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
ini berdampak kepada mekanisme penerimaan pengaduan pelanggaran kode
etik penyelenggara pemilu.
Selanjutnya ketentuan Pasal 102 Ayat (2) huruf a dan Pasal 103 huruf (a)
dengan tegas menyebutkan tugas dan wewenang Bawaslu kabupaten/kota yakni
menyampaikan hasil pengawasan di wilayah kabupaten/kota kepada Bawaslu melalui
Bawaslu Provinsi atas dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu dan/atau
dugaan tindak pidana Pemilu di wilayah kabupaten/kota dan menerima dan
menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pemilu.
Dengan demikian jika sebelumnya penerimaan pengaduan pelanggaran kode
etik dilakukan di Bawaslu provinsi, maka kini penerimaan pengaduan pelanggaran
kode etik dilakukan di Bawaslu Kabupaten/kota untuk penyelenggara pemilu di
tingkat ad hoc. Komisioner Bawaslu provinsi dan kepala sekretariat provinsi
diundang hadir dalam kegiatan ini dalam rangka koordinasi dengan jajaran mereka
di kabupaten/kota.Hal diatur dalam Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Beracara
Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.
Berdasarkan pemikiran
tersebut, DKPP merasa perlu untuk menyelenggarakan kegiatan, “Rapat Koordinasi
Bawaslu provinsi Se-Indonesia Dan Peningkatan Kapasitas Staf Sekretariat
Panwaslu/Bawaslu Kabupaten/Kota Dalam Penerimaan Pengaduan Pelanggaran Kode
Etikâ€. Peningkatan kapasitas dalam melaksanakan tugas menerima laporan harus
ini dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan karena mereka adalah garda
terdepan bagi penegakan kode etik.
Staf penerimaan
pengaduan di Bawaslu kabupaten/kota harus memahami undang-undang pemilu yang
baru, Peraturan kode etik dan pedoman beracara DKPP. Pemilu yang berintegritas
hanya dapat terwujud melalui integritas proses, integritas penyelenggara dan
integritas hasil. Ketiga hal tersebut akan menghasilkan pemilu yang
legitimated. Oleh karena itu peningkatan kapasitas bagi staf penerimaan
pengaduan di Bawaslu kabupaten/kota tidak
bisa ditawar. Melalui peningkatan kapasitas ini diharapkan staf Bawaslu kabupaten/kota dapat ditingkatkan
pengetahuan, pemahaman, ketrampilan teknis serta sikap dan perilaku mereka.
Dalam pembukaan Bernad D Sutrisno melaporkan bahwa kegiatan ini akan berlangsung selama tiga hari, mulai Minggu – Selasa (10-12/12)
bertempat di Hotel Grand Aston Beach Resort, Bali. Peserta ketua dan kepala
sekretariat Bawaslu provinsi seluruh Indonesia serta staf sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota di enam
provinsi yakni Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kaimantan Selatan, Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Utara, masing-masing diwakili oleh satu orang staf
sehingga total seluruh peserta berjumlah sebanyak 142 orang.
“Selain pemahaman instrumen hukum tersebut, para
peserta akan memperoleh pemahaman yang komprehensif terhadap Standar
Operasional Prosedur (SOP) Penerimaan Pengaduan Pelanggaran Kode Etik Pemilu dan
simulasi penerimaan pengaduanâ€, jelas Bernad.
Hadir dalam pembukaan Ketua DKPP, Harjono didampingi anggota Prof. Muhammad, Prof. Teguh Prasetya, Alfitra
Salamm, dan Ida Budhiati. Sedangkan dari sekretariat DKPP yang hadir Kepala
Biro, Bernad D Sutrisno, Kabag Administrasi Umum, Yusuf, Kabag Pengaduan Dini Yamashita,
dan Kabag Persidangan Osbin Samosir
serta tenaga ahli DKPP, Dr. Firdaus, Dr. Syopiansyah beserta staf DKPP. [Diah
Widyawati_1]