Bogor,
DKPP- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
(DKPP) gelar rapat untuk mengevaluasi hasil
pendampingan staf penerimaan pengaduan di Panwaslu kabupaten/kota yang sudah dilakukan di 20 daerah,
Senin (12/4) bertempat di hotel 101 Bogor. Dua puluh daerah tersebut terdiri atas Kota
Cirebon, Kab Cirebon, Kab Kuningan, Kota Malang, Kota Kediri, Kab Tulungagung,
Kab Pasuruan, Kota Probolinggo, Kab Probolinggo, Kab. Bondowoso, Kab. Lumajang,
Kota Madiun, Kab. Madiun, Kab. Magetan, Kab. Garut, Kab. Bandung Barat, Kota
Bandung, Kab
Sampang, Kab Bangkalan, Kab Pamekasan.
“Kegiatan
ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan peningkatan kapasitas staf Panwaslu kab/kota yang sudah dilakukan di Yogyakarta akhir
bulan Oktober lalu,†kata Dini Yamashita,
Kabag Administrasi Pengaduan.
Dini menambahkan bahwa kegiatan ini merupakan upaya
DKPP untuk memastikan kesiapan pelayanan penerimaan pengaduan kode etik
penyelenggara pemilu yang dilaksanakan oleh Bawaslu kabupaten/kota. Lebih
lanjut, dia menjelaskan bahwa adanya perubahan mekanisme dan prosedur
penerimaan pengaduan kode etik penyelenggara pemilu yang diatur dalam Peraturan
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang
Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 1404) penting untuk ditindaklanjuti.
Dalam kesempatan tersebut, kasubbag serta
staf dari bagian administrasi pengaduan yang bertugas ke lapangan untuk
melakukan pendampingan diberikan kesempatan untuk menyampaikan laoran. Diantaranya Kasubbag Analisis dan Verifikasi Wilayah I Titis
Adityo Nugroho yang menemukan adanya pemahaman berbeda terkait penerimaan pengaduan
kode etik.
“Saat ke lapangan kemarin, Kami menemukan adanya
perbedaan persepsi. Mereka memahami bahwa jika ada laporan kode etik, maka
langsung diteruskan ke DKPP. Padahal berdasarkan undang-undang disebutkan bahwa
jika laporan ditujukan kepada lembaga penyelenggara ad hoc maka perlu dilakukan verifikasi terlebih dahulu oleh
penyelenggara tingkat kab/kota. Kemudian,
jika dinilai pelanggaran berat maka dilakukan pemberhentian sementara dan selanjutnya
diadukan ke DKPP,†kata Titis.
Hal serupa juga ditemukan oleh Kasubbag Analisis dan
Verifikasi Wilayah I Arif Ma’ruf. Dia
menyampaikan bahwa daerah yang didatanginya masih berpedoman pada undang-undang
lama yaitu Nomor 15 Tahun 2011. Sehingga dalam kunjungannya, dia kemudian menjelaskan
proses penerimaan pengaduan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
Persoalan lain ditemukan Helby, staf yang juga turun
kelapangan untuk melakukan pendampingan staf penerimaan pengaduan Panwaslu
Kab/Kota. Menurutnya, sebagian besar staf adalah orang baru dalam dunia
kepemiluan. Sehingga menurutnya dibutuhkan sosialisasi yang lebih massif terkait dengan penerimaan pengaduan sesuai
dengan undang-undang yang baru.
Terhadap kegiatan pendampingan kepada staf penerimaan
pengaduan di tingkat Panwaslu Kab/ Kota. Petugas dari DKPP yang turun langsung
ke lapangan menyampaikan bahwa tidak hanya staf namun juga komisioner antusias
terhadap kegiatan tersebut.
“Saat kami turun ke lapangan ada staf dari tingkat
provinsi yang ingin berpartisipasi mengingat pada undang-undang lama mereka
yang ditugaskan untuk menerima pengaduan. Selain itu, ada juga komisioner yang
ingin diikutsertakan dalam kegiatan. Mereka antusias ingin mengetahui proses
pengaduan kode etik,†kata Helby.
Rapat evaluasi ini dihadiri oleh ketua DKPP Harjono dan anggota DKPP yakni Prof. Muhammad dan
Ida Budhiati. Hadir juga kepala biro administrasi DKPP Bernard D Sutrisno dan staf di lingkungan seketariat DKPP. (Irmawanti)