Jakarta, – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu menggagas membangun
infrastruktur Etika dalam jabatan-jabatan publik baik di lingkungan eksekutif,
legislatif dan yudikatif maupun organisasi profesi.
Tujuan dari ini adalah merumuskan
azas-azas kode etik berbangsa dan bernegara yang bersifat umum mencakup antara
lain penyelenggara negara, partai politik, politisi, kelompok profesi. Selain
itu juga menggagas rekonstruksi lembaga-lembaga penegak kode etik di Indonesia
sebagaimana peradilan pada umumnya. Tujuan lain dari ide ini adalah menawarkan integrasi sistem Peradilan Etika di Indonesia (Integrated Ethics Justice System in Indonesia). Majelis Etik
Nasional menjadi puncak dari mekanisme banding terhadap keputusan/putusan
pelanggaran kode etik, dan menjalankan fungsi penyebaran pemahaman tentang kode etik yang
disepakati/dirumuskan atau berfungsi preventif,†katanya.
Latar belakang kegiatan ini, pada
12 Desember 1996, Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Action Against Corruption dengan
lampiran naskah International Code of
Conduct for Public Officials merekomendasikan agar semua negara anggota PBB
membangun “ethics infra-structures in public offices†(infra-struktur
etika dalam jabatan-jabatan publik). Infrastruktur etika itu
kemudian menyebar ke berbagai negara, di Amerika Serikat berdiri 50 lembaga
penegak kode etik yang tersebar di negara-negara bagian, lalu di Eropa,
Australia, Kanada, Amerika Latin, Asia dan Afrika. Progress dan
implementasinya, sistem penegakan kode etik dibentuk bagi para pejabat di
lingkungan eksekutif, legislatif, dan cabang-cabang yudikatif, termasuk di
lingkungan jabatan-jabatan publik lainnya, seperti pada dunia profesi; kedokteran, advokat,
notaris pers, termasuk di dunia usaha.
Di Indonesia, lanjut dia, pada tahun 2001 terbit Ketetapan MPR
No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Dalam Tap MPR ini, Menimbang, poin b) menyebutkan bahwa untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia
sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 tersebut, diperlukan pencerahan sekaligus pengamalan etika
kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia; poin c) bahwa etika kehidupan
berbangsa dewasa ini mengalami kemunduran yang turut menyebabkan terjadinya
krisis multidimensi; poin d) bahwa untuk itu
diperlukan adanya rumusan tentang pokok-pokok etika kehidupan berbangsa sebagai
acuan bagi pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia dalam rangka menyelamatkan
dan meningkatkan mutu kehidupan berbangsa itu.
Berangkat
dari dasar pemikiran inilah, DKPP berinisiatif menyelenggarakan konferensi
etika berbangsa dan bernegara. Kongres ini akan melibatkan semua pimpinan
lembaga penegak etik di semua bidang. Rencananya kegiatan ini DKPP bekerjasama
dengan MPR RI dan Komisi Yudisial RI.
Realisasi
kegiatan ini, Rabu (22 Pebruari 2017), DKPP telah beraudiensi dengan Ketua MPR
RI Zulkifli Hasan di Gedung MPR RI, Jakarta. Agendanya membahas mengenai agenda
kongres ini. Zulkifli Hasan menyambut positif terkait dengan gagasan kegiatan ini.
(*)
Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu
1.
Prof Dr. Jimly
Asshiddiqie, S.H., ketua
2.
Dr. Nur Hidayat
Sardini, S.Sos M.Si, anggota
3.
Saut H Sirait
M.Th, anggota
4.
Prof. Dr. Anna
Erliyana, S.H., M.H., anggota
5.
Dr. Valina Singka
Subekti, M.Si, anggota
6.
Ida Budhiati,
S.H., M.H, anggota
7.
Endang
Wihdatiningtyas, S.H. anggota
Contact Person
Humas DKPP:
Diah
Widyawati : 081381131111
Umi
Nazifah: 081291077165