Jakarta, DKPP –
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu mencopot La Saluru dari jabatannya
sebagai ketua Panwas Kabupaten Buton. Ia sekaligus mendapat sanksi berupa
peringatan keras. Sanksi
peringatan keras juga dijatuhkan terhadap Mansur Maora, anggota Panwas setempat.
Vonis tersebut disampaikan dalam sidang dengan agenda
pembacaan enam Putusan, Rabu (25/1) pukul 10.00 WIB. Selaku ketua majelis
Jimly Asshiddiqie, dan anggota majelis Nur Hidayat Sardini, Anna Erliyana, Saut
H Sirait, dan Ida Budiati. PengaduJusrin, dan pihak Teradu I La Saluru, Teradu II Mansur Maora, dan Teradu IIIDarwin, masing-masing selaku ketua dan anggota Panwaslu Kabupaten
Buton.
Dalam pertimbangan majelis yang dibacakan oleh Saut H.
Sirait, para Teradu sebagai Panwas Kabupaten
Buton dalam Keputusan Musyawarah, mengabulkan permohonan Pemohon bakal pasangan
calon Bupati dan calon Wakil Bupati Hamin-Farid Bachmid. Para Teradu
membatalkan Surat Keputusan KPU Nomor
43/Kpts/KPU-Kab.026.4335532/Tahun 2016 Tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta
Pemilihan Pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Buton Tahun 2017 dan No.
44/Kpts/KPU-Kab.026.433532/X/Tahun 2016 Tentang Penetapan 1 (Satu) Pasangan
Calon Pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Buton Tahun 2017 serta
memerintahkan kepada KPU Kabupaten Buton untuk memperpanjang masa pendaftaran. Perintah
pembatalan Keputusan KPU Nomor 43/Kpts/KPU-Kab.026.4335532/Tahun 2016 berangkat
dari pertimbangan yang mengesahkan Form B-1 KWK dukungan partai politik PKPI
kepada bakal pasangan calon Bupati dan calon
Wakil Bupati Hamin-Farid Bachmid yang ditandatangani oleh Ketua Umum Isran Noor dan
Wasekjen Takudaeng Parawansa. Pengesahan
dukungan a quodikonstruksi di
atas argumentasi hak untuk mencalonkan (right to be candidate) dengan
menggunakan dalil-dalil Peraturan Perundang-Undangan yang dinilai para Teradu
tidak konsisten antara satu aturan dengan aturan lainnya yang menimbulkan
ketidakpastian hukum mengenai rumusan konsep nomenklatur “Pimpinan Partaiâ€.
“Kesimpulan para Teradu menurut DKPP, merupakan bentuk
ketidakhati-hatian dan ketidakcermatan Para Teradu dalam membaca secara teliti
Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Peraturan KPU Nomor 9
Tahun 2015 Tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, Walikota dan Wakil Walikota Pasal 39 huruf d angka 3,†jelas Saut.
Selain itu, lanjut dia, tindakan Teradu I dan II melakukan
perjalanan dinas bersama Sekretaris Daerah Kabupaten Buton dalam rangka
konsultasi ke Bawaslu RI ke Jakarta dalam keadaan normal untuk suatu urusan
kedinasan bukan suatu permasalahan etik. Akan tetapi perjalanan dinas yang
dilakukan di saat terdapat fungsi, tugas dan wewenang utama sebagai pengawas
yang wajib ditunaikan dalam mengawasi tahapan pendaftaran pasangan calon yang
sedang berlangsung merupakan suatu pelanggaran etik sebagai pengawas pemilu. Di
masa-masa situasi genting menurut
DKPP, seharusnya Teradu I dan Teradu II tetap berada di tempat dan tidak
meninggalkan lokasi sampai semua keadaan yang menjadi lingkup tanggungjawabnya
dipastikan teratasi.
“Kelalaian atas tugas-tugas utama Teradu I dan
Teradu II sebagai Pengawas Pemilu semakin terakumulasi atas tindakannya tidak
segera kembali ke Buton setelah tugas perjalan dinas selesai tetapi justru
melanjutkan perjalanan ke Bali untuk menghadiri promosi Doktor Ketua Bawaslu
Provinsi Sulawesi Tenggara,†katanya.
Lanjut Saut, tindakan Teradu I dan II merupakan pengabaian
tugas pokok yang tidak dapat dibenarkan menurut etika. Sebab tindakan Teradu I
dan Teradu II menurut DKPP berimplikasi terhadap menurunnya martabat dan
kehormatan sebagai penyelenggara pemilu profesional dalam mewujudkan pilkada
berintegritas.
“Teradu I dan Teradu II terbukti telah mengabaikan
tugas dan kewajiban utama sebagai Pengawas Pemilu dengan alasan yang tidak bisa
dibenarkan secara etis. Sebagai Penyelenggara Pemilu Teradu I dan Teradu II
seharusnya lebih mengutamakan tugas dan kewajibannya daripada mengikuti
kegiatan lain yang tidak berkaitan dengan tugas dan kewenangannya,†kata NHS, sapaan akrab Nur Hidayat Sardini.
Dalam perkara ini, Pengadu yang
mendalilkan bahwa para Teradu telah
berbuat tidak adil dan tidak profesional dalam mengeluarkan Keputusan Sengketa
yang diajukan oleh Bakal Pasangan Calon Hamin-Farid Bahmid. Para Teradu
mengabaikan bukti dan fakta-fakta persidangan dengan menyatakan Formulir B-1
KWK Parpol ditandatangani oleh Ketua Umum Isran Noor dan Wakil Sekretaris
Jenderal Takudaeng Parawansa sah. Selain
itu Teradu I yang bertindak sebagai pimpinan Musyawarah Sengketa masih memiliki
hubungan keluarga dengan LO Pemohon Sengketa atas nama La Asiri sehingga
menimbulkan konflik kepentingan. Pengadu menyatakan bahwa Teradu III telah
sengaja tidak hadir dalam Musyawarah Sengketa tanggal 2-4 November 2016.
Sambung Saut, ketidakhadiran
Teradu III dalam Musyawarah
Sengketa tanggal 2-4 November 2016, menurut DKPP bukan merupakan
pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Ketidakhadiran Teradu III dalam
Musyawarah Sengketa oleh karena menghadiri rapat dengan Tim Sentra Gakkumdu
membahas tindak lanjut Laporan Dugaan Tindak Pidana Pemilihan Nomor:
09/LP/PILKADA-BUTON/X/2016. Menurut DKPP hal tersebut merupakan bagian dari
tanggung jawab Teradu III yang juga harus dilaksanakan dengan penuh tanggung
jawab. “DKPP merehabilitasi Teradu III atas nama Darwin selaku Anggota Panwaslu Kabupaten Buton,†pungkasnya. [teten jamaludin]