Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengelar sidang dengan agenda pembacaan putusan di Ruang Sidang DKPP, Gedung Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin No. 14 pada Rabu (27/2/2019) pukul 10.00 WIB. Dalam sidang tersebut DKPP memberhentikan secara tetap Zuraida Alwi dari jabatannya sebagai anggota Panwaslih Provinsi Aceh.
“DKPP menjatuhkan Sanksi Pemberhentian Tetap kepada Teradu I Zuraida Alwi selaku Anggota Panitia Pengawas Pemilihan Provinsi Aceh terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata ketua majelis Harjono dan anggota majelis Prof Teguh Prasetyo serta Ida Budhiati.
Selaku Pengadu I Jufrizal, PNS, dan Pengadu II Said Mudhar yang memberikan kuasa kepada Askhalani, Rizki Darmawan, Zulkifli. Teradu I: Zuraida Alwi, Anggota Panwaslih Aceh; dan Teradu II Said Syahrul Ramad, Ketua Panwaslih Kabupaten Nagan Raya.
Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Prof Teguh Prasetyo mengatakan, terhadap pokok aduan Teradu I meminta uang sebesar Rp.40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) hingga Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) yang akan dibagikan kepada anggota Bawaslu Provinsi Aceh lainnya dan menjanjikan kelulusan bagi Pengadu I yang akan mengikuti tahapan uji kelayakan dan kepatutan oleh Bawaslu Provinsi Aceh, dalam fakta persidangan terungkap Teradu I membenarkan adanya pertemuan dengan Pengadu yakni pada tanggal 9 Agustus 2017 di Rumah Makan Jambo Jambe sekitar pukul 21.00 WIB.
Pertemuan tersebut berlangsung selama kurang lebih 45 menit dengan materi pembicaraan berkaitan dengan persiapan wawancara uji kelayakan dan kepatutan calon anggota Panwalih Kabupaten Nagan Raya. Dalam sidang pemeriksaan, Saksi Musriadi dan Aswadi menerangkan fakta adanya pertemuan antara Pengadu dan Teradu I pada tanggal 10 Agustus 2017 sekitar pukul 15.14 WIB di Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Nagan Raya. “DKPP menilai sikap dan tindakan Teradu I tidak dapat dibenarkan menurut etika hukum. Teradu I tidak sepatutnya bertemu Pengadu yang berstatus sebagai calon Anggota Panwaslih Kabupaten Nagan Raya,” katanya.
Prof Teguh menerangkan, berdasarkan standar etika penyelenggara Pemilu seharusnya Teradu menghindari tindakan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Rangkaian pertemuan antara Teradu I dengan Pengadu I melakukan komunikasi aktif melalui tatap muka maupun via telepon meminta Pengadu I untuk dipesankan kamar hotel di Grand Nagan merupakan pelanggaran penyalahgunaan wewenang. Dalam sidang pemeriksaan terungkap Pengadu memesan dan membayar kamar hotel untuk Teradu I yang saat itu melaksanakan tugas di Kabupaten Nagan Raya. Bantahan Teradu I bahwa biaya kamar hotel telah dibayar sopir Teradu, yakni Saksi Aswadi tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui dokumen perjalanan dinas. Pelaksanaan tugas Teradu I telah disediakan fasilitas negara untuk memenuhi undangan Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Nagan Raya, sehingga tidak ada alasan pembenar terhadap tindakan Teradu I meminta bantuan kepada Pengadu untuk pesan dan membayar kamar Hotel bagi Teradu I.
“Teradu I terbukti melanggar Pasal 6 ayat (2) huruf b juncto Pasal 8 huruf b; Pasal 6 ayat (3) huruf f juncto Pasal 15 huruf a dan d; serta Pasal 6 ayat (3) huruf i juncto Pasal 19 huruf f Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu,” jelasnya.
Sementara terhadap Teradu II terbukti melanggar Pasal 6 ayat (2) huruf c juncto Pasal 10 huruf a dan Pasal 6 ayat (3) huruf i juncto Pasal 19 huruf e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. Pasalnya, dalam sidang pemeriksaan terungkap fakta Teradu II membenarkan beberapa kali menemui Pengadu I untuk meminta pencabutan laporan dugaan pelanggaran kode etik. Saksi Mirza Irmawan menerangkan Teradu II pernah bertemu dengan Pengadu I untuk melobi dan meminta Pengadu I mencabut laporan. Teradu II juga menjelaskan bahwa benar mengajak Pengadu I supaya menyelesaikan masalah dengan baik-baik, karena menurut Teradu II pokok aduan dan bukti yang diajukan Pengadu I lemah.
DKPP menilai Tindakan Teradu II yang secara aktif menegosiasikan pencabutan perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu kepada Pengadu I bertentangan dengan prinsip keadilan Pemilu. Kerangka hukum Pemilu memberikan hak kepada setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai pemilih mengajukan laporan atau pengaduan untuk melakukan koreksi atas dugaan pelanggaran oleh penyelenggara Pemilu. Teradu II terbukti berusaha menghentikan proses penanganan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yang sedang berjalan, tindakan demikian tidak dapat dibenarkan menurut etika dan hukum. Teradu II terbukti melanggar prinsip adil yakni memperlakukan secara sama setiap calon peserta Pemilu, calon pemilih, dan pihak lain yang terlibat dalam proses Pemilu; prinsip kepentingan umum tentang menghargai dan menghormati sesama lembaga penyelenggara Pemilu dan pemangku kepentingan Pemilu.
“DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan Ketua Panitia Pengawas Pemilihan KabupatenNagan Raya kepada Teradu II Said Syahrul Ramad terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Harjono, saat membacakan amar putusan. [Teten Jamaludin]