Jakarta, DKPP-
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Kamis (12/1), menggelar sidang
pembacaan putusan untuk enam perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara
Pemilu. Keenam perkara tersebut adalah dari KPU Kabupaten Halmahera Tengah (dua
perkara), Maluku Utara; Panwas Kabupaten Kampar, Riau; Panwas Kabupaten
Tapanuli Tengah, Sumatera Utara; PPK, PPS, dan KIP Kabupaten Bener Meriah,
Aceh; serta PPS Desa Kopeang, Mamuju, Sulawesi Barat.
Sidang
putusan ini dilaksanakan di ruang sidang DKPP, Lt. 5 Gedung Bawaslu RI,
Jakarta. Dari perkara-perkara tersebut, DKPP menjatuhkan sanksi paling berat
kepada empat Teradu dari KPU Halmahera Tengah. Perbuatan keempat Teradu dinyatakan
terbukti melanggar kode etik, sehingga kepada mereka dijatuhkan sanksi
pemberhentian secara tetap.
“Mengabulkan pengaduan Pengadu untuk seluruhnya.
Menjatuhkan sanksi berupa Pemberhentian Tetap kepada
Teradu I atas nama Hairudin Amir, Teradu II atas nama
Sunarwan Mochtar, Teradu III atas nama Sofyan Abd. Gafur,
Teradu IV atas nama Vera M. Kolondam selaku Ketua dan Anggota KPU Kabupaten
Halmahera Tengah terhitung sejak dibacakannya Putusan ini,†demikian kutipan
amar putusan DKPP yang dibacakan oleh Anggota Majelis Endang Wihdatiningtyas.
Perkara
ini dibawa ke DKPP oleh dua Pengadu yakni oleh Ketua KPU Provinsi Maluku Utara
Syahrani Somadayo dan Anggotanya serta oleh Donny Tri Istiqomah sebagai kuasa
dari Calon Bupati Halmahera Tengah Muttiara T. Yasin. Pokok perkara yang
menjadi inti permasalahan adalah berkaitan dengan surat keputusan (SK) KPU
Halmahera Tengah yang pernah menyatakan bakal pasangan calon bupati dan wakil
bupati Halmahera Tengah, Muttiara T. Yasin dan Kabir Kahar tidak memenuhi
syarat (TMS) sebagai paslon.
Alasan
TMS karena dari hasil verifikasi faktual KPU Halmahera Tengah, fotokopi ijazah SMA
Muttiara tidak dilegalisasi secara sah. Orang yang menandatangani legalisasi
tidak mengakui telah bertanda tangan. Selain itu, tidak ditemukan arsip atas
fotokopi ijazah yang dilegalisasi tersebut. Dengan dasar itulah KPU Halmahera
Tengah berkesimpulan bahwa Muttiara T. Yasin tidak memenuhi syarat. Keputusan
TMS tersebut dituangkan dalam SK Nomor 23/Kpts/KPU-Kab.029.434418/X/2016.
SK TMS itu menjadi
masalah karena Muttiara mampu menunjukkan ijazah aslinya. Namun, hal itu tidak
diindahkan oleh KPU Halmahera Tengah. KPU RI dan KPU Provinsi Maluku Utara juga
telah mengingatkan agar SK 23 tersebut dikoreksi. KPU RI dan KPU Provinsi
menyebutkan, sepanjang ada bukti yang dapat memastikan bahwa calon lulus
SMA/sederajat maka yang bersangkutan harus dinyatakan memenuhi syarat.
Alih-alih mematuhi perintah atasannya, KPU Halmahera Tengah justru mengondisikan
agar rapat penetapan pasangan calon dilakukan di menit-menit terakhir (injury time).
Perbuatan para
Teradu yang tidak mematuhi perintah dari atasannya tersebut menurut DKPP telah
masuk kategori pembangkangan kepada atasan. DKPP juga menilai, perbuatan Teradu
yang tidak disiplin jadwal saat rapat pleno penetapan paslon meskipun alasannya
menunggu komisioner yang belum hadir, membuktikan para Teradu tidak tertib
dengan agenda penting dan menentukan. Hal seperti itu menurut DKPP sangat
berbahaya bagi integritas penyelenggara Pemilu karena dapat menimbulkan syakwasangka
yang buruk dari masyarakat.
Sidang putusan ini
Majelis diketuai oleh Prof. Jimly Asshiddiqie dengan Anggota Dr. Nur Hidayat
Sardini, Saut Hamonangan Sirait, Dr. Valina Singka Subekti, Ida Budhiati, dan
Endang Wihdiatiningtyas. Sidang juga diikuti secara video conference di
masing-masing Kantor Bawaslu Provinsi asal perkara. [Arif Syarwani]