Jakarta, DKPP- Ketua KPU Kabupaten Mimika,
Papua, Agus Hugo Kreey dan satu anggotanya, Iliam Clementia Komber, Rabu (4/5),
diberhentikan secara tetap oleh DKPP. Sanksi etis yang memberatkan keduanya
adalah soal rangkap jabatan mereka, yakni sebagai komisioner KPU Mimika dan karyawan
di PT Freeport Indonesia.
“Menjatuhkan
sanksi pemberhentian tetap kepada Teradu I a.n Agus Hugo Kreey dan Teradu II
a.n Iliam Clementia Komber masing-masing selaku Anggota KPU Kabupaten Mimika
terhitung sejak putusan ini dibacakan,†petikan amar putusan DKPP yang
dibacakan oleh Anggota Majelis Dr Nur Hidayat Sardini di Ruang Sidang DKPP,
Jakarta.
Status
Teradu yang merangkap jabatan itu dinilai oleh DKPP tidak sesuai dengan amanah
Pasal 11 Huruf k Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara
Pemilu. Di situ jelas disebutkan, syarat menjadi anggota KPU harus bersedia
bekerja penuh waktu.
Perkara
ini diadukan oleh Derek Mote, warga Mimika yang pernah bersaing dengan kedua
Teradu dalam seleksi komisioner KPU Mimika. Dalam sidang yang pernah digelar
pada Maret 2016, Derek memastikan dua komisioner tersebut tidak dapat bekerja
penuh waktu karena merangkap jabatan.
“Dalam
waktu yang sama, jam yang sama, dan detik yang sama keduanya bekerja di dua
tempat. Bagaimana mungkin mereka bisa menjalankan tugasnya sebagai komisioner
KPU,†ungkap Derek, waktu itu.
Teradu,
melalui Agus Hugo Kreey tidak mengelak dikatakan telah merangkap jabatan. Akan
tetapi, mereka berdua punya alasan kenapa masih bertahan menjadi karyawan di
Freeport. Dia menjamin, aktivitasnya sebagai karyawan di Freeport tidak
mengganggu kewajibannya sebagai komisoner. Menurutnya, status karyawan Freeport
itu sudah lama sebelum terpilih di KPU Mimika.
Ketika
ditetapkan masuk daftar 10 besar oleh Tim Seleksi KPU Kabupaten, mereka telah
mengajukan izin/dispensasi tidak bekerja ke manajemen Freeport, sambil menunggu
terpilih dalam daftar 5 besar. Saat dinyatakan keterima dan dilantik sebagai
komisioner, mereka kemudian mengajukan izin cuti tidak dibayar dengan dasar SK
Pelantikan.
Selama
menjadi komisioner KPU Mimika, mereka mengklaim telah berhasil menyelenggarakan
Pemilihan Legislatif 9 April 2014, Pemilihan Bupati-Wakil Bupati Mimika 21 Mei
2014, dan Pemilihan Presiden-Wakil Presiden 9 Juli 2014. Atas dasar itulah,
menurut mereka, tidak benar kalau dinilai tidak dapat bekerja dengan penuh
waktu di KPU Mimika.
Teradu
kemudian mengaku aktif lagi di PT Freeport sebelum masa tugasnya di KPU Mimika
habis. Hal itu mereka lakukan karena pada 6 Juni 2015 kantor KPU Mimika dibakar
habis. Menurut mereka, sejak kantor dibakar tidak ada kejelasan kapan mereka
bisa bekerja lagi di KPU. Untuk itu, mereka mengajukan bekerja lagi di Freeport
sampai aktivitas di KPU berjalan lagi. Pada September 2015, KPU Mimika telah
memiliki kantor baru dan kegiatan KPU berjalan.
Setelah
KPU Mimika punya kantor dengan sewa rumah, mereka mengajukan cuti kembali ke
Freeport. Tetapi, izin cuti belum dikeluarkan karena alasannya pimpinan yang
berwenang sedang disibukkan dengan gejolak yang dihadapi perusahaan. Dari
pernyataan Teradu diketahui, mereka sampai digelarnya sidang DKPP masih
menerima gaji dari PT Freeport. Besaran gaji mereka di PT Freeport Rp
12.120.000 per bulan. Selain itu, mereka juga masih menerima gaji sebagai
komisioner KPU Mimika. Gaji yang diterima oleh masing-masing Teradu I dan II dari
PT Freeport sejak Agustus 2015 s.d Februari 2016 adalah sekitar Rp 90.000.000.
“Tindakan Para Teradu
merangkap jabatan dan menerima gaji ganda menurut DKPP tidak dapat dibenarkan.
Belum terbitnya perpanjangan cuti tahunan pasca 1 Juni 2015 dan terbakarnya
Kantor KPU Kabupaten Mimika tidak dapat menjadi pembenaran Para Teradu untuk
kembali aktif bekerja di Freeport. Para Teradu mestinya menyatakan sikap dengan
tegas apakah bekerja penuh waktu di KPU Kabupaten Mimika, atau bekerja di PT.
Freeport,†demikian pertimbangan putusan DKPP.
Sidang putusan
ini dilaksanakan di Ruang sidang DKPP dan diikuti secara video conference dari
kantor Bawaslu Provinsi Papua. Ketua Majelis Prof Jimly Asshiddiqie didampingi
empat Anggota yakni Dr Nur Hidayat Sardini, Saut Hamonangan Sirait, Prof Anna
Erliyana, dan Ida Budhiati. (Arif Syarwani)