Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras dan pemberhentian tetap dari jabatan Ketua KPU Kabupaten Kuantan Singingi kepada Ahdanan. Dia terbukti melanggar kode etik penyelenggara Pemilu.
Pengadu: Suhardiman Amby, ketua Bapilu Partai Hanura DPD Provinsi Riau. Teradu: Ahdanan, Wigati Iswandhiari, Yenni Gusneli, Irwan Yuhendi, Wawan Ardi, masing-masing sebagai ketua dan anggota KPU Kabupaten Kuantan Singingi.
“Teradu I selaku Ketua dan Divisi Logistik sangat berperan dan memiliki tanggung jawab paling besar karena tidak cepat berinisiatif untuk memakai surat suara di TPS terdekat. Teradu I secara tersendiri melanggar Pasal 15 huruf c dan f Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017,” kata Ida Budhiati saat membacakan pertimbangan Putusan untuk Perkara Nomor 107-PKE-DKPP/V/2019 dalam sidang dengan agenda pembacaan Putusan dari 13 perkara pada Rabu (31/7/2019). Ketua majelis Prof Muhammad, dan anggota majelis lain Prof Teguh Prasetyo.
Selain Ahdanan, DKPP juga menjatuhkan sanksi kepada Wigati Iswandhiari, Yenni Gusneli, Irwan Yuhendi, Wawan Ardi. Terhadap Wawan Ardi, Yenni Gusneli, dan Irwan Yuhendi, DKPP menjatuhkan sanksi Peringatan keras. Sementara Wigati Iswandhiari hanya mendapatkan sanksi peringatan.
“Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan etik tersebut, DKPP berpendapat para Teradu melanggar prinsip profesional dan berkepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 11 huruf a, Pasal 15 huruf f dan g Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu,” kata Ida.
Pasal lain yang dilanggar, Ida menjelaskan, Teradu Wawan Ardi, perbuatannya menurut DKPP tidak profesional dan tidak menghormati pleno rekapitulasi perolehan suara. Bukti rekaman video menunjukkan Teradu V memainkan telepon genggam ketika pleno rekapitulasi berlangsung. Teradu Wawan terbukti melanggar Pasal 6 ayat (2) huruf a serta Pasal 19 huruf e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. Sementara Yenni Gusneli terbukti melanggar prinsip mandiri sebagaimana diatur dalam Pasal 8 huruf k Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. “Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Riau untuk melaksanakan putusan ini paling lama 7 (tujuh) hari sejak putusan ini dibacakan,” kata Ketua Majelis Prof Muhammad saat membacakan amar Putusan.
Untuk diketahui, beberapa pokok pengaduan Pengadu diantaranya mendalilkan bahwa para Teradu membatalkan sepihak daftar pemilih yang ditetapkan melalui rapat pleno terbuka tanggal 2 April 2019 dengan melakukan perubahan data pemilih yang dilakukan dalam rapat pleno tertutup tanpa dihadiri partai politik peserta pemilu. Bahwa jumlah semula Daftar Pemilih Tetap Hasil Perubahan Ketiga (DPTHP-3) hasil rapat pleno tebuka tanggal 2 April 2019 adalah 225.063 pemilih sebagaimana dituangkan dalam Berita Acara Nomor: 03/PL.01.2-bA/1409/KPU-Kab/IV/2019. Namun pada saat pemungutan suara tanggal 17 April 2019 diketahui terjadi perubahan Daftar Pemilih menjadi sejumlah 224.898 pemilih. Bahwa kemudian diketahui perubahan tersebut terjadi dalam pleno tertutup yang dilakukan Para Teradu tanpa dihadiri partai politik peserta Pemilu sebagaimana dituangkan dalam Berita Acara Nomor: 05/PL.01.2-BA/1409/KPU-Kab/IV/2019 tanggal 13 April 2019.
Selain itu, para Teradu tidak cermat dalam pengesetan logistik yang mengakibatkan kehilangan dan kekurangan surat suara pada hari pemungutan suara tanggal 17 April 2019 sehingga harus dilaksanakan Pemungutan Suara Lanjutan (PSL). Kekeliruan tersebut terjadi di Desa Petai Kecamatan Singingi Hilir, dimana terdapat kekurangan surat suara untuk DPR RI sehingga pemilih hanya diberikan 4 (empat) jenis surat suara terkecuali surat suara DPR RI. Akibat dari persoalan tersebut maka dilakukan Pemungutan Suara Lanjutan (PSL) untuk DPR RI di Desa Petai Kecamatan Singingi Hilir. [teten jamaludin]