*** Asal Muasal DKPP
Aceh, DKPP – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie memaparkan, tujuan didirikannya DKPP, penyelenggara Pemilu dapat bekerja secara seimbang sesuai tugasnya masing-masing. Sehingga, menghasilkan Pemilu yang berintegritas dan dipercaya.
“Tidak hanya legal tetapi juga legitimate. Bersih secara hukum dan baik secara etika. Halaalan thoyyiban,” ujar dia saat sosialisasi DKPP di aula Kantor Gubernur Aceh, Jalan Daud Beureh, pada Jumat (21/06) sekitar pukul 14.00.
Jimly menjelaskan, dinamika penyelenggara Pemilu mulai dari pembentukan Lembaga Pemilihan Umum (LPU). Kemudian menjadi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pada mulanya, anggota KPU anggotanya dari perwakilan partai politik. Akibatnya, pada saat partai-partai kecil itu kalah, mereka tidak mau menandatangani hasil pemilu.
“Akibatnya, KPU tidak bisa menetapkan hasil Pemilu,” jelas dia.
Berkaca dari kejadian tersebut, tahun 2004, anggota KPU tidak lagi berasal dari partai politik. Pada saat bersamaan, juga dibentuk lembaga ad hoc Pengawas Pemilu (Panwaslu). Mulanya, Panwaslu ada di dalam KPU. “Akibatnya, tidak independen,” kata dia.
Kemudian, lanjut dia, demi independensi dibentuklah Bawaslu. “Bawaslu hanya ada di Indonesia, tidak ada di negara lain,” ungkap pengajar Tata Negara di Universitas Indonesia itu.
Lalu, sambung mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini, tahun 2009 ada Dewan Kehormatan KPU. Dewan ini posisinya berada di dalam KPU. Setelah berjalan 2 tahun, banyak yang sudah diberi sanksi. Salah satu contohnya Andi Nurpati. Itulah pertama kalinya anggota KPU Pusat dipersoalkan. “Namun, karena saat itu DK KPU juga diisi oleh anggota KPU Pusat maka setiap pengambilan keputusan tidak bisa leluasa dan objektif,” beber pria yang hobi membaca ini.
Kemudian, sambung dia, atas peristiwa itu, muncul ide pembentukan DK KPU yang independen. Maka hadirlah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. “DKPP kemudian menjadi lembaga ketiga sebagai penyelenggara Pemilu,” tutup dia. [TTM]