Manado, DKPP – Masih dari diskusi politik yang digelar
oleh Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI)
Manado bekerjasama dengan Manado Post, diskusi
dengan tema “Etika Penyelenggara dan Pilkada berkualitasâ€ini menghadirkanDr
Alfitra Salamm anggota DKPP RI yang juga ketua AIPI Pusat sebagai narasumber.
Diskusi yang mengundang akademisi dari perguruan tinggi,
penyelenggara Pemilu dan praktisi politik di Kota Manado ini dimoderatori oleh dosen
Fispol Unsrat Dr Ferry Liando.
Yones
Maarisit dari Universitas Pembangunan (UNPI)
mengungkapkan, sekarang yang menjadi kekhawatiran yaitu jangan sampai kinerja
dari DKPP dalam mengawasi sudah baik tetapi berhadapan dengan sirkulasi elit.
“Orientasi dari parpol adalah kekuasaan. Jadi segala hal yang dimainkan Parpol
untuk meraih kekuasaan atau kemenangan,†ungkap Yones.
Prof
Jan LL Lombok mengatakan, negara akan bagus kalau Pemilu bagus. Persoalan
sekarang apakah pemimpin atau penyelenggara sudah mampu untuk menerapkan etika
dan integrtias. Menurut mantan Rektor Unima ini, Pemilu akan bagus kalau etika
bagus. “Komitmen memang kuat, tapi bisikan lain datang, hancur sudah. Kita
butuh penyelenggara yang berintegritas,†ucap anggota Tim Pemeriksa Daerah Provinsi Sulut ini.
Pakar
Hukum Perang Natalia Lengkong juga mengungkapkan, Pemilu tak akan berkualitas
jika integritas penyelenggara dipertanyakan. Politik menurutnya membutuhkan
komitmen. Menurutnya akibat ketidakpercayaan masyarakat terhadap jalannya
pemerintahan, maka lahirlah sejumlah lembaga. Yakni DKPP, KPU, dan KPK.
Senada dengan Natalia, Dr
Goinpeace Tumbel menuturkan, ketika peraturan Pemilu dilanggar, berarti ada
yang tidak beretika. Secara politik, kalau etika tidak dilanggar maka tidak ada seru politik. “Ini
yang mewarnai Pemilu kemarin,†tutur Tumbel, sambil menambahkan benteng
terakhir yaitu DKPP karena banyak yang sudah tidak percaya lagi Pemilu.
Aktivis
penggiat anti korupsi Berty Lumempouw menambahkan, sengketa Pilkada sudah
beberapa kali dilaporkan. Menurutnya perlu ada penguatan kelembagaan
masyarakat. “DKPP melakukan semacam maklumat tentang sanksi keras terhadap
anggota penyelenggara yang menyeleweng,†tambah Berty. Dia menyayangkan jika
masih ada penyelenggara yang terpilih, sementara di lain sisi, yang
bersangkutan sudah pernah mendapat teguran keras.
Selanjutnya
Dr Emma Senewe mengatakan, etika itu datang dari diri sendiri. Memang
undang-undang jelas mengatur, namun terkait etika sangat kurang. “Perlu ada
penambahan mata kuliah etika dan budi pekerti agar supaya generasi terjaga,â€
tutur Emma.
Dr
Charles Tangkau juga menyinggung mengenai rekrutmen awal penyelenggara, saat
orang-orang yang tak beretika lolos dalam seleksi. “Etika kiranya bisa
dijabarkan lebih dalam dan penekanan untuk etika dalam rekrutmen.†Bukan hanya
DKPP yang mengawasi, masyarakat luas juga dilibatkan. Sehingga kalau ada yang
melanggar langsung ditegur atau diberhentikan,†ucap Tangkau.
Dosen
Fisip Maxi Egeten berharap, para penyelenggara kebanyakan terpilih karena
lobi-lobi politik atau titipan. “Walaupun merekrut, irang yang berkualitas namun
tidak mempunyai etika dan integritas tidak ada gunanya. Rekrutmen yang seperti
ini merusak Pemilu,†ujar Egeten.
Ketua
KPNI Kota Manado Erik Kawaru menambahkan, sangat relevan melihat penyelenggaran
Pemilu. Rekrutmen tidak terlepas dari tim seleksi. Namun di Indonesia ada
system yang membuka celah. “Kita perkuat regulasi dan buat ini secara
transparan,†ungkap Kawatu.
KPU
Sulut Ardiles Mewoh menambahkan penegakan kode etik sangat dibutuhkan. DKPP
menurutnya lembaga strategis menjaga kehormatan penyelenggara. “Namun yang
menjadi perhatian kami adalah
lembaga ad hoc, yang ada di tingkatan PPK dan PPS. Mereka sangat rentan. Aturan
saat ini membuka peluang TPD memerika PPK dan PPS,†sebutnya. Sedangkan
rekannya Vivi Goerge menyinggung mengenai ketersediaan anggaran.
Menjawab
tanggapan dari peserta diskusi ini, Alfitra Salamm mengakui jika Sulut masuk
dua besar daerah paling rawan kecurangan Pilkada. “Ini didasarkan pada laporan
yang masuk di DKPP,†beber Salamm. Dia memaparkan, banyak titik rawan
kecurangan etika di Sulut. Menurutnya ini adalah tugas penyelenggara yang harus
memastikan Pilkada di Sulut berjalan lancer, sesuai aturan, etika penyelenggara
terjaga, dan Pilkada berkualitas. Salamm memastikan, semua poin yang didapat
dalam diskusi ini akan dia bawa ke pusat. “Mulai dari regulasi yang multitafsir
hingga rekrutmen tim seleksi,†bebernya. Kesempatan itu juga ditekankan Salamm,
DKPP tugas utamanya adalah menjaga martabat Penyelenggara Pemilu. “Memang
banyak yang dipecat, tetapi dominan adalah direhabilitasi,†ujar Salamm,
sembari berharap Pilkada di Sulut bisa berlangsung sesuai aturan dan etika
penyelenggaraan.
Di
akhir diskusi, Dr Ferry Liando menekankan pada pemilihan timsel rekrutmen
penyelenggara Pemilu yang harus diperketat. “Begitu juga badan ad hoc harus
harus clear dari tim sukses atau pengurus parpol,†pungkasnya. [Diah Widyawati_4]