Jakarta, DKPP- Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP)
menggelar sidang dugaan kode etik penyelenggara Pemilu dengan Teradu Ketua Bawaslu
Provinsi Nusa Tenggara Timur, Nelce R.P. dan Tim Assistensi, Mikhael Feka. Pengadu adalah Honing Sanny Anggota DPR RI dari
PDIP, dia didampingi kuasa hukumnya, Petrus Bala Pattyona, Hendrikus
Hali Atagoran, dan Fransiskus Xaverius B.N.
Pengadu menilai Teradu
telah
bekerja melampaui tupoksinya.
Dalam sidang pertama yang dipimpin langsung
oleh ketua DKPP, Prof.
Jimly
Asshiddiqie didampingi anggota
Anna
Erliyana, Saut Hamonangan Sirait, Valina Singka Subekti, dan Endang Wihdatiningtyas ini, Honing Sanny menuduh Teradu telah melakukan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara
Pemilu. Teradu pada tanggal 2 Mei 2014 tanpa hak, wewenang, serta
melampaui tugas, pokok, dan fungsinya dengan membuat surat tanggapan atas laporan fiktif yang
dilakukan oleh DPD PDIP Provinsi
NTT. Surat Tanggapan tersebut dijadikan sebagai dasar oleh Dewan Pimpinan
Pusat (DPP) PDIP untuk memecat dan melakukan Pergantian Antar Waktu (PAW)
terhadapnya (Honing
Sanny).
Dalam keterangannya yang disampaikan
dihadapan majelis hakim, Pengadu menjelaskan bahwa pada Pemilu Legislatif 9 April 2014
rekapitulasi suara dari tingkat TPS, PPS, PPK, KPUD Kabupaten/Kota dan KPU
Provinsi berlangsung tanpa protes dari saksi-saksi PDIP maupun saksi-saksi para
caleg.
Hasil rekapitulasi untuk Dapil I Provinsi NTT yang meliputi
Flores, Lembata dan Alor,
Honing
Sanny caleg nomor urut 6
memeroleh
suara lebih banyak 198 suara dibanding caleg nomor urut satu yakni Andreas Hugo
Pareira.
Perbedaan suara
berdasarkan rekapitulasi KPU ini dijadikan dasar penetapan Honing Sanny sebagai
calon terpilih anggota DPR RI periode 2014-2019 sesuai surat penetapan nomor 416/KPTS/KPU/2014 tertanggal 9
Mei 2014.
Perbedaan suara tersebut membuat DPD PDIP NTT mengajukan keberatan atas hasil
pleno penetapan perolehan suara tersebut sehingga mengajukan surat keberatan
bernomor 0851/EX/DPD-NTT/IV/2014 dan 0852/EX/DPD-NTT/IV/2014 kepada Bawaslu
Provinsi NTT.
“Inti dari surat tanggapan Nomor 210/Bawaslu-Prov/V/2014 itu memberikan kewenangan kepada partai untuk melakukan
penyelesaian secara internal. Surat itu kemudian dijadikan dasar oleh DPP PDIP untuk membuat keputusan yakni memecat saya. Saya dituduh telah melakukan penggelembungan
suara dan diPAW sebagai
anggota DPR RI,†ungkap Pengadu
“Sangat tidak benar apabila kami dinilai tidak netral
terhadap pengadu sebagai calon anggota legislatif,†bantah Teradu. Selanjutnya dia meminta waktu kepada
majelis hakim untuk memperbaiki jawaban terhadap perkara yang diadukan Pengadu
Sementara itu Teradu atas nama Mikhael Feka menyampaikan keberatan
apabila disebut sebagai Penyelenggara Pemilu karena posisinya sebagai tim
assistensi. Dia juga membantah tidak melakukan verifikasi dan konfirmasi
terhadap surat DPD PDIP terkait kecurangan.
“Saya melakukan
verifikasi tanggal 30 April 2014 dan telah saya laporkan hasilnya kepada
pimpinan,†terang Mikhael.
Di akhir pemeriksaan Majelis meminta baik kepada Pengadu maupun Teradu untuk menambahkan
keterangan tertulis dan dokumen-dokumen untuk
keperluan sidang selanjutnya hingga didapatkan solusi untuk menjaga kehormatan
dan proses penyelenggara dan penyelenggaraan pemilu. [Nur Khotimah]