Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang virtual pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) perkara nomor 67-PKE-DKPP/VI/2020 pada Kamis (9/7/2020), pukul 10.00 WIB.
Perkara ini diadukan Abdul Malik Saleh, Helmi Mongi dan Christian Adiputra Urowo (Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Poso), dengan Teradu Budiman Maliki , Willianita Selviana Pangetty, Olivia Salintohe, Taufik Hidayat dan Whisnu Pratala (Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Poso).
Tak hanya itu, Bawaslu Kabupaten Poso juga mengadukan KPU Provinisi Sulawesi Tengah yakni Tanwir Lamaming (Ketua), Naharuddin, Samsul Y. Gafur, Halima, dan Sahran Raden.
Pengadu I (Abdul Malik Saleh) mengatakan pada Teradu melakukan perubahan hasil wawancara PPS Kelurahan Kanyamaya, Kabupaten Poso, dengan mengurangi dan menambah nilai para peserta seleksi Panitia Pemungutan Suara (PPS).
“Salah satu pesertanya adalah Algino Taepo yang mendaptkan nilai tertinggi. Namun setelah KPU Kabupaten Poso melakukan rapat menempatkan Algino Taepo menjadi di urutan terakhir,” kata Pengadu I.
Apa yang dilakukan Teradu (KPU Kabupaten Poso), sambung Pengadu I, bertentangan dengan mandat penuh kepada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk melaksanakan wawancara dan memberikan nilai kepada peserta calon anggota PPS.
Bawaslu Kabupaten Poso juga menyoroti tindakan KPU Kabupaten Poso yang mencabut mandat kepada PPK. “Dari tahapan proses itu, kami juga melihat ada pelanggaran,” lanjut Pengadu I.
Saksi Pengadu (Algino Taepo) mendapatkan informasi nilai tertulis calon anggota PPS yang tertinggi dari catatan salah satu anggota PPK Kayamaya. Saksi dan peserta seleksi lainnya juga mendapatkan daftar nilai hasil tes wawancara.
“Wawancara dan penilaian dilakukan PPK, bukan KPU Kabupaten Poso. Sepertinya ada sentimen pribadi dari KPU Kabupaten Poso. KPU berdalih saat itu adalah hak prerogatif KPU untuk urusan seleksi ini,” kata Algino.
Dalam persidangan, para Teradu mengungkapkan sengketa pembentukan PPS yang berkaitan dengan Algino Taepo sudah diselesaikan secara administrasi oleh KPU Kabupaten Poso dan KPU Provinisi Sulawesi Tengah. Disimpulkan tidak pelanggaran administrasi pelaksanaan seleksi PPS terutama yang menyangkut Algino Taepo.
“Dalam menentapkan calon PPS, kami tidak hanya aspek pengetahuan kepemiluan semata. Tetapi juga rekam jejak dan tanggapan masyarakat. Salah satunya rekam jejak calon dari postingan di media sosial,” kata Teradu I, Budiman Maliki.
Dari penelusuran jejak digital, Algino Taepo melalui akun Facebook Ghigien (Ghienta) menunjukkan sikap keberpihakan dan ketidaknetralan dengan membuat pernyataan ketidaksukaannya terhadap Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Unggahan Algino Taepo di Facebook, sambung Budiman Maliki, gencar mengkritisi Bupati Kabupaten Poso yang merupakan calon petahana. Postingan itu dilakukan Taepo pada Januari – Februari 2020 saat di mana yang bersangkutan mengikuti seleksi calon anggota PPK dan calon PPS.
Teradu III, Olivia Salintohe menegaskan rekam jejak digital sangat mempengaruhi perilaku dan etika penyelenggara pemilu. Berkomentar tidak santun dan sangat subjektifitas dinilai sangat tidak etis bagi calon penyelenggara pemilu.
“Penilaian integritas penyelenggara pemilu tidak diukur dalam nilai dan angka hasil sebuah proses tes, tetapi tingkah laku, perbuatan, dan moralitas yang dilakukan oleh setiap calon,” tegasnya.
Sebagai informasi, sidang pemeriksaan dipimpin Ketua Majelis, Didik Supriyanto, S.IP,.MIP dan Dr. Intam Kurnia M.Si (TPD unsur masyarakat Provinsi Sulawesi Tengah) dan Zatriawati S.E (TPD unsur Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah) sebagai Anggota Majelis. (Humas DKPP)