Palu, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara Nomor 11-PKE-DKPP/I/2023 di Kantor Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah, Kota Palu, pada Rabu (22/2/2023).
Perkara ini diadukan oleh Syafaruddin. Ia mengadukan Agussalim Wahid, Nurbia, Iskandar Lembah, Idrus, dan Risvirenol (masing-masing sebagai Ketua dan Anggota KPU Kota Palu) sebagai Teradu I hingga V.
Para Teradu diduga tidak profesional dalam melakukan rekrutmen Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di Kecamatan Mantikulore, Kota Palu. Rekrutmen tersebut diduga syarat dengan nepotisme terlebih Teradu meloloskan calon dengan nilai tertulis lebih rendah dari pada Syafaruddin.
Syafaruddin mengantongi nilai 96 untuk tes tertulis dan menjadi yang tertinggi dibandingkan peserta lainnya. Namun ketika pengumuman, ia dinyatakan tidak lolos.
“Saat pengumuman PPK, saya selaku pemilik nilai tertinggi malah tidak lolos,” kata Syafaruddin di hadapan majelis. Syafaruddin pun meminta para Teradu untuk terbuka terkait penilaian rekrutmen PPK, khususnya untuk tahapan wawancara.
Tidak hanya itu, dalam proses rekrutmen PPK di Kota Palu ini diduga kental dengan unsur nepotisme. Pasalnya, peserta yang dinyatakan lolos memiliki ikatan keluarga dengan Teradu.
“Saya tau bahwa ada peserta yang duduk, makan, dan tidur di rumah Teradu. Apa itu bukan nepotisme dan memproioritaskan keluarga sendiri?” pungkasnya.
Jawaban Teradu
Kelima Teradu membantah seluruh dalil aduan yang disampaikan Syafaruddin dalam sidang pemeriksaan. Seluruh tahapan rekrutmen PPK di Kota Palu telah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Nurbia (Teradu II) menegaskan dirinya dan empat kolega lainnya memahami tugas, kewajiban, dan wewenangnya selaku penyelenggara Pemilu. “Semua hasil yang kami sajikan adalah benar dan objektif, semua bisa kami pertanggungjawabkan” ujarnya.
Nurbia membenarkan Syafaruddin mendapatkan nilai tes tertulis tertinggi, dan lima orang calon anggota PPK yang terpilih mendapatkan nilai di bawah dari nilai Pengadu.
Namun, tes tertulis bukan penentu dalam menetapkan hasil akhir calon anggota PPK. Menurut Nurbia, tidak ada satupun ketentuan dalam peraturan yang mengatur bahwa nilai akhir adalah nilai akumulasi dari nilai tes tertulis dan wawancara.
“Tes tertulis itu hanya tiket untuk masuk seleksi wawancara, jika nilai tes tertulis jadi acuan akhir, lalu untuk apa seleksi wawancara dilakukan?,” tegas Nurbia.
Nurbia menambahkan, tuduhan Pengadu terkait nepotisme tidak ada bukti konkret dan tidak benar. Nurbia membenarkan tinggal bersama dengan Windasari (peserta calon PPK yang lolos), namun tidak ada hubungannya dengan hasil akhir dan tuduhan Pengadu.
“Dia terpilih berdasarkan pleno berlima, karena kinerja nya dan memang memenuhi keterwakilan perempuan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Ketua Majelis dalam sidang ini adalah Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo. Anggota Majelis terdiri dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulawesi Tengah, yaitu Leli Tibaka(unsur Masyarakat), Halima (unsur KPU), dan Ivan Yudarta (unsur Bawaslu). [Humas DKPP]