Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang virtual pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) perkara nomor 178-PKE-DKPP/XI/2020 dan 179-PKE-DKPP/XI/2020 pada Kamis (21/1/2021).
Dua perkara ini diadukan oleh Jurkani yang memberikan kuasa kepada Muhammad Isrof Parhani. Ia mengadukan Erna Kasypiah, Iwan Setiawan, Aries Murdiono, Azhar Ridhanie, dan Nur Kholis Majid (Ketua dan Anggota Bawaslu Prov. Kalimantan Selatan) selaku Teradu I sampai V.
Dalam perkara 179, para Teradu didalilkan oleh Pengadu telah melanggar prinsip kepastian hukum dan profesional dalam menindaklanjuti laporan Pengadu dengan nomor registrasi 01/LP/PG/Prov/22.00/X/2020 yang disampaikan secara lisan pada tanggal 1 Oktober 2020 tentang pelanggaran administrasi pemilu.
Laporan tersebut dihentikan dengan alasan tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran pemilihan pada tanggal 6 Oktober 2020. Pengadu berkeyakinan bukti-bukti yang disertakan kuat dan saksi-saksi yang dihadirkan dapat membuktikan pelanggaran yang pemilihan yang disampaikan Pengadu.
“Bukti yang ajukan yaitu uang dan barang tapih (sarung), serta saksinya adalah dua orang menerima langsung dari terlapor,” kata principal Pengadu, Jurkani.
Pokok perkara 178, didalilkan Teradu tidak profesional dan berkepastian hukum dalam menindaklajuti laporan Nomor 02/LP/PG/Prov/22.00/X/2020 yang disampaikan Pengadu pada 28 Oktober 2020 berkenaan dengan pelanggaran administrasi. Laporan ini dihentikan oleh para Teradu dengan dalih tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilihan.
Pengadu juga keberatan dengan Teradu yang mengategorikan pelanggaran administratif menjadi tindak pidana pemilu. Pelanggaran tersebut seharusnya ditangani Bawaslu Prov. Kalimantan Selatan, tetapi dialihkan ke Sentra Gakkumdu.
“Para Teradu ini telah masuk angin, saya sudah mengirimkan jamu tolak angin dan karangan bunga kepada Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan,” ujar kuasa Pengadu, Muhammad Isrof Parhani.
Laporan nomor 01/2020 merupakan dugaan dugaan peristiwa membagikan sarung dan uang kepada masyarakat sebesar Rp. 50.000 per orang di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara yang dilakukan oleh calon gubernur petahana, Sahbirin Noor dan Muhammad Taufik (Sekda Kabupaten Hulu Sungai Utara).
Sedangkan laporan 02/2020 berisi dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Sahbirin Noor dengan menggunakan kewenangannya melalui Program Jaringan Pengaman Sosial (JPS) Pemerintah Prov. Kalimantan Selatan disertai tagline Paman Birin Bergerak.
Cagub petahana itu memberikan bantuan internet gratis kepada 24.000 siswa SMA-SMK di Kalimantan Selatan dan memberikan bantuan sosial beras bersama Kementerian Sosial RI dan Bulog disertai tagline ‘Paman Birin Bergerak’.
Sementara itu, kelima Teradu membantah seluruh dalil aduan yang disampaikan kuasa Pengadu dalam dua perkara tersebut. Teradu menyebut pengaduan tidak memiliki dasar hukum serta objek pelanggaran kode etik tidak jelas.
Dalam persidangan, Teradu menjelaskan terdapat kekeliruan pokok aduan yang disampaikan Pengadu ke DKPP. Perkara 178/2020 (nomor laporan 01/2020) terkait dengan pembagian uang dan sarung yang dilakukan Sahbirin Noor.
Sedangkan perkara 179/2020 (nomor laporan 02/2020) terkait dengan bantuan sosial beras Kementerian Sosial dan Bulog serta pembagian internet gratis kepada 24.000 siswa di Kalimantan Selatan disertai tagline Paman Birin Bergerak.
“Pengadu tidak menguraikan secara rinci prinsip apa saja yang dilanggar para Teradu dan bagaimana prinsip tersebut dilanggar sehingga dalam batang tubuh uraian laporan Pengadu telah cacat formil dan tidak memenuhi syarat ketentuan materi pengaduan a quo,” kata Teradu I, Erna Kasypiah.
Bawaslu Prov. Kalimantan Selatan, sambung Teradu IV, menindaklanjuti laporan 02/2020 (perkara nomor 178/2020) yang disampaikan Pengadu. Baik itu untuk dugaan tindak pidana pemilu maupun dugaan pelanggaran administratif pemilu.
Bawaslu Prov. Kalimantan Selatan telah membuat kajian awal untuk memeriksa keterpenuhan syarat formil, materiil, dan jenis pelanggaran laporan tersebut. Selain itu dilakukan proses klarifikasi pelapor, terlapor, pihak terkait, dan saksi ahli untuk dimintai keterangannya.
“Kami memanggil Kepala Dinas Sosial Provinsi, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Protokoler Provinsi, Kepala Bulog, dan sejumlah pimpinan redaksi untuk menyelaraskaan adanya pelanggaran administrasi dan pidana pemilu, didampingi juga Sentra Gakkumdu. Dan kedua-duanya tidak memenuhi unsur tersebut,” ujarnya.
Untuk laporan 01/2020, Teradu mengungkapkan langsung menggandeng Sentra Gakkumdu karena berkaitan dengan politik. Dalam proses pengecekan dan klarifikasi, terdapat kendala siapa yang membagikan uang tersebut.
“Kami kesulitan siapa sebenarnya subjek yang membagikan uang ini, karena tidak langsung dibagikan oleh terlapor. Tidak ada penguatan-penguatan bukti lainnya seperti video, itu tidak ada,” sambungnya.
Pada pembahasan kedua, lanjut Teradu, diputuskan oleh Sentra Gakkumdu menghentikan proses ini dihentikan karena unsur subjek aduan tidak terpenuhi, tidak ada penguatan dan penyelarasan bukti.
“Di Bawaslu Provinsi kami juga melakukan pemeriksaan terhadap Sekda Kabupaten Sungai Hulu. Kemudian juga memberikan laporan dan rekomendasi kepada KASN terkait dugaan keterlibatan Sekda ini, dan diterima oleh KASN,” pungkasnya.
Sebagai informasi, sidang virtual ini dipimpin oleh Ketua DKPP, Prof. Muhammad sebagai Ketua Majelis. Sedangkan anggota majelis diisi oleh Tim Pemeriksa Daerah (TPD) yang terdiri dari Prof. Abdul Halim (TPD unsur Masyarakat) dan Edy Ariansyah (TPD unsur KPU Provinsi). (Humas DKPP)