Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) untuk perkara nomor 31-PKE-DKPP/III/2020 pada Selasa (12/5/2020), pukul 09.00 WIB.
Perkara ini diadukan oleh Koordinator Sekretariat (Korsek) Bawaslu Kabupaten Wajo, Sri Irma Yanti yang memberikan kuasanya kepada Hanfree Bunga’Allo.
Keduanya mengadukan Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Wajo, yaitu Abdul Malik, Andi Rahmat Munawar, Andi Samsir, H Rafiuddin Rasyid dan Heriyanto.
Lima Teradu di atas diadukan atas beberapa dugaan. Pertama, kelima Teradu diduga berupaya mengganti Korsek Bawaslu Kabupaten Wajo tanpa dasar dan alasan yang jelas.
Menurut Sri Irma, pemberhentian Korsek Bawaslu Kabupaten/Kota telah diatur dalam Pasal 23 Peraturan Sekjen (Persekjen) Bawaslu RI Nomor 1 Tahun 2017. Dan upaya yang dilakukan para Teradu disebutnya tidak memenuhi syarat sebagaimana yang disebutkan dalam peraturan tersebut.
“Selain itu, para Teradu juga diduga telah melakukan suatu tindakan yang tidak sesuai dengan Pakta Integritas karena membahas pertanggungjawaban keuangan di luar kantor dengan salah satu staf keuangan Bawaslu Kabupaten Wajo,” ucap Sri Irma dalam sidang yang diadakan secara virtual ini.
Dalil pertama ditanggapi langsung oleh Ketua Bawaslu Wajo, Abdul Malik. Menurutnya, ia bersama empat Anggota Bawaslu Kabupaten Wajo memang sempat mengusulkan pergantian Korsek kepada Bupati Kabupaten Wajo dan Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).
“Kami tidak pernah menerbitkan pemberhentian (Korsek, red.), tapi kami hanya mengusulkan pergantian kepada Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi Sulsel,” jelas Abdul Malik.
Ia menambahkan, usulan untuk mengganti Korsek Bawaslu Kabupaten Wajo sudah dikonsultasikan kepada Ketua Bawaslu Provinsi Sulsel.
“Pertimbangan kami mengganti Korsek karena ada catatan minor dari Inspektorat terhadap kinerja Korsek Bawaslu Kabupaten Wajo,” ucap Abdul Malik.
Ketua Bawaslu Provinsi Sulsel, L. Arumahi mengkonfirmasi ucapan Abdul Malik. Ia mengungkapkan, saat itu Teradu IV, Rafiuddin Rasyid, mengatakan alasan di balik upaya pergantian ini adalah adanya dugaan penyalahgunaan keuangan oleh Korsek Bawaslu Kabupaten Wajo.
“Kemudian saya tanya dasarnya, yang bersangkutan (Rafiuddin) menjawab itu informasi dari staf. Saya ingatkan untuk tidak asal tuduh dan dibangun kembali hubungan antara Anggota dengan Sekretariat,” kata Arumahi yang hadir sebagai Pihak Terkait.
Pihak Terkait lainnya, yaitu Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi Sulsel, Sudirman Rahim, membantah ucapan Abdul Malik terkait adanya catatan minor dari inspektorat terkait kinerja Korsek Bawaslu Kabupaten Wajo.
“Sehingga sampai saat ini kami belum merespon atau mengangkat Korsek sebagaimana yang diusulkan oleh para Teradu,” ujar Sudirman.
Selain Arumahi dan Sudirman, sidang ini juga menghadirkan beberapa Pihak Terkait lainnya, yaitu staf Bawaslu Kabupaten Wajo dan Sekda Kabupaten Wajo, H. Amiruddin A.
Sidang ini dipimpin oleh Anggota DKPP, Dr. Ida Budhiati selaku Ketua majelis, bersama Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulsel, yaitu Upi Hastati (Unsur KPU), Azry Yusuf (Unsur Bawaslu) dan Gustiana A. Kambo (Unsur Masyarakat), sebagai Anggota majelis.
Laporan Keuangan
Dalam sidang, para Teradu membantah dalil lainnya terkait dugaan permintaan laporan pertanggungjawaban keuangan kepada salah satu staf keuangan Bawaslu Kabupaten Wajo dengan bertemu di luar kantor. Staf yang dimaksud adalah Nur Aliyah.
Abdul Malik menegaskan bahwa dirinya dan empat Teradu lainnya tidak pernah meminta laporan kepada Nur Aliyah. Bahkan, sambung Abdul Malik, tak satu pun dari lima Teradu yang mengakui pernah menghubungi Nur Aliyah.
Menurut Abdul Malik, yang ada hanyalah pertemuan tidak terencana antara Andi Samsir (Teradu III) dan Rafiuddin (Teradu IV) dengan Nur Aliyah dan PNS yang juga bekerja di Bawaslu Kabupaten Wajo, Nursyaak, di sebuah warung kopi.
Nursyaak, yang hadir sebagai saksi dalam sidang ini, mengakui pernah menghubungi Nur Aliyah untuk meminta laporan keuangan. Hal ini dilakukannya karena ia merasakan ada kejanggalan dalam laporan kegiatan.
“Saya tidak menuduh, hanya menduga. Karena kegiatan tersebut baru direalisasikan dua kali, tapi sudah ada empat laporan keuangan,” jelasnya.
Kepada majelis, Nursyak mengungkapkan bahwa dirinya melakukan ini secara diam-diam tanpa diketahui Sri Irma ataupun lima Anggota Bawaslu Kabupaten Wajo. Sebab, hal ini hanya sebatas dugaan belaka, tanpa adanya bukti.
“Jadi saya cuma mengatasnamakan pimpinan saat meminta laporan keuangan kepada Nur Aliyah,” terang Nursyaak. [Humas DKPP]