Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang virtual pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 21-PKE-DKPP/II/2023 pada Rabu (15/3/2023) pagi.
Perkara ini diadukan Muslim Zakkir. Muslim mengadukan Kamal Baddu, Rusdi, M. Fadly, Muliana, dan Yuliaswaty Abdullah yang merupakan Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Kolaka sebagai Teradu I hingga V.
Kelima Teradu didalilkan tidak profesional dalam melakukan perekrutan calon anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di Kabupaten Kolaka. Rekrutmen tersebut diduga tidak sesuai dengan petunjuk teknis Keputusan KPU Nomor 476 Tahun 2022.
Para Teradu juga diduga melanggar kode etik karena tidak mengumumkan hasil penilaian tes wawancara dan langsung menetapkan PPK terpilih. Serta mengabaikan keterwakilan 30% perempuan untuk PPK.
Muslim mengatakan sesuai dengan Keputusan KPU Nomor 476 Tahun 2022 tentang Pedoman Teknis Pembentukan Badan Adhoc materi wawanaca meliputi pengetahuan kepemiluan, integritas/ komitmen, dan rekam jejak.
“Saya hanya ditanya di mana tinggal dan apa sudah pernah jadi PPK, wawancara langsung selesai. Ini menjadi bahan diskusi kami para peserta, tidak sesuai dengan aturan,” ungkap Muslim.
Muslim Zakkir merupakan calon Anggota PPK dari Kecamatan Latambaga, Kabupaten Kolaka. Dalam persidangan, Muslim mengaku mendapatkan nilai tertinggi se-Kabupaten Kolaka untuk tes tertulis.
Muslim bersama beberapa calon anggota PPK lainnya, sempat melakukan protes kepada KPU Kabupaten Kolaka setelah penetapan PPK terpilih. Salah satu tuntutan mereka adalah dibukanya nilai tes wawancara kepada publik, akan tetapi permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh KPU Kabupaten Kolaka.
“Saat pengumuman itu hanya total nilai saja, tidak ada nilai komitmen, rekam jejak, apalagi tes kepemiluan. Terlebih saat wawancara hanya ditanya tinggal di mana, kenal si A atau tidak,” lanjutnya.
Dalam proses perekrutan PPK, Muslim juga menduga para Teradu menerapkan subyektif, hanya berdasarkan suka atau tidak suka. Hal terungkap dari percakapan Whatsapp mantan komisioner KPU Kabupaten Kolaka yang telah meninggal dunia.
“Dalam perekrutan anggota PPK kita persoalkan soal keterwakilan perempuan, beberapa kecamatan tidak ada perempuan, ada perempuan tetapi hanya PAW satu orang,” pungkasnya.
Jawaban Teradu
Kamal Baddu selaku Teradu I membantah dalil aduan yang disampaikan Muslim Zakkir. Para Teradu menegaskan senantiasa berpegang pada Keputusan KPU Nomor 476 Tahun 2022 dalam perekrutan Anggota PPK.
Terkait pertanyaan yang disebut di luar konteks, Teradu berdalih apa yang ditanyakan merupakan bagian dari pengantar tes wawancara dan merupakan sesuatu yang wajar.
“Apabila ada pertanyaan seperti apakah saudara sehat, nama, alamat tempat tinggal, pekerjaan, status, mempunyai anak balita adalah merupakan bagian dari pengantar wawancara,” ungkap Kamal.
Kammal juga membantah mengedepankan suka dan tidak suka dalam perekrutan anggota PPK se-Kabupaten Kolaka. Teradu I sampai V melaksanakan perekrutan sesuai dengan jadwal tahapan yang telah dibuat dan disepakti pleno.
Terkait dengan bukti yang disampaikan Pengadu berupa percakapan Whatsapp dengan salah satu komisioner KPU Kolaka, Kammal menegaskan, tidak ada kaitannya dengan tugas, fungsi, dan wewenang para Teradu. Komunikasi tersebut bersifat pribadi perseorangan.
“Dalil Pengadu yang mengatakan kami tidak melihat hasil tes hanya berdasarkan suka atau tidak suka tidak benar dan tidak berdasar. Kami telah melaksanakan pembentukan PPK yang diatur oleh Keputusan KPU Nomor 476 Tahun 2022,” tegasnya.
Sebagai informasi, sidang pemeriksaan ini dipimpin oleh J. Kristiadi selaku Ketua Majelis. Bertindak sebagai Anggota Majelis antara lain Ratna Dewi Pettalolo, Ajmal Arif (TPD Unsur Bawaslu), Ali Hadara (TPD Unsur Masyarakat), dan Muh. Nato Al Haq (TPD Unsur KPU). [Humas DKPP]