Pangkalpinang, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 58-PKE-DKPP/IV/2024 di Kantor Bawaslu Provinsi Bangka Belitung, Kota Pangkalpinang.
Perkara ini diadukan oleh Bangun Jaya (Anggota DPRD Kota Pangkalpinang) memberikan kuasa kepada Jhohan Adhi Ferdian. Ia mengadukan Sobarian, Margarita, Tri Pertiwi, Muhammad, dan Ridho Istira (Ketua dan Anggota KPU Kota Pangkalpinang) selaku Teradu I sampai V.
Selain itu, Pengadu juga mengadukan Ketua KPU Provinsi Bangka Belitung Husin sebagai Teradu VI.
Teradu I sampai V didalilkan menerbitkan Surat Keputusan KPU Nomor 174 Tahun 2024 tentang Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pemilu Tahun 2024 untuk tiga TPS di Kecamatan Bukit Intan yang diduga cacat secara hukum, administrasi, dan etik.
Jhohan menuturkan Teradu I sampai V mendesak agar PSU dilakukan di TPS 17 Kelurahan Temberan Kecamatan Bukit Intan. Hal tersebut dilakukan kelima Teradu di tengah pelaksanaan Rapat Pleno Rekapitulasi Tingkat Kecamatan Bukit Intan.
“Rapat pleno terhenti tanggal 23 Februari 2024, karena ada desakan Teradu I sampai V untuk melakukan PSU di TPS 17. Hal itu tidak ditindaklanjuti oleh PPK Bukit Intan karena saat pleno tingkat kelurahan di TPS 17 tidak ada masalah,” tegas Jhohan.
Sementara itu, Teradu VI disebut turun tangan mengintervensi PPK Bukit Intan agar mau melakukan PSU di TPS 17. PPK Bukit Intan dipanggil Teradu VI dan melakukan rapat tertutup di ruang Camat Bukit Intan.
“PPK Bukit Intan menegaskan tidak ada pelanggaran di TPS 17 sehingga tidak ada dasar untuk dilakukan PSU. Tetapi tanggal 23 Februari 2024, Teradu I sampai V mengeluarkan SK Nomor 174 Tahun 2024 terkait pelaksanaan PSU di tiga TPS termasuk TPS 17,” tegasnya.
Jhohan mengungkapkan SK Nomor 174 Tahun 2024 diduga cacat secara hukum, etika maupun administrasi. Pasalnya, SK tersebut dikeluarkan Teradu I sampai V saat rekapitulasi tingkat kecamatan masih berlangsung dan tidak ditemukan pelanggaran di TPS tersebut.
“Dalam kasus ini terbalik, KPU (Kota Pangkalpinang) yang justru mengusulkan PSU. Seharusnya PSU itu usulan atau rekomendasi PPK,” pungkasnya.
Jawaban Teradu
Teradu I mewakili lima Teradu lainnya membantah seluruh dalil yang disampaikan kuasa Pengadu dalam sidang pemeriksaan. Teradu I menegaskan tidak benar pihaknya memaksa KPPS Temberan, Bukit Intan untuk melakukan PSU di TPS 17.
Pihaknya telah berkomunikasi dengan PPK Bukit intan terkait tindak lanjut surat panwascam, namun tidak ada yang merespon. Sampai akhirnya, Teradu I sampai V menyurati PPK meskipun kembali tidak mendapatkan respon.
“Kami hanya menyurati PPK Bukit Intan agar menindaklanjuti surat dari Panwascam perihal saran perbaikan untuk dilakukan PSU. Tidak ada perintah langsung untuk melakukan PSU dalam surat tersebut,” kata Sobarian selaku Teradu I.
Teradu I menegaskan terbitnya SK KPU Kota Pangkalpinang Nomor 174 Tahun 2024 merupakan bentuk kepatuhan Teradu I sampai V terhadap SK KPU Nomor Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara Dalam Pemilihan Umum.
Dalam peraturan tersebut, PSU dilaksanakan dalam waktu 1×24 jam mulai dari persiapan logistik, pemberitahuan kepada pemilih, sampai dengan pemugutan suara.
“PSU atau tidak dilakukan PSU patokannya bukan kegiatan rekapitulasi seperti yang disampaikan Pengadu. Tetapi berdasarkan Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara Dalam Pemilihan Umum,” pungkasnya.
Sidang pemeriksaan ini dipimpin oleh Muhammad Tio Aliansyah selaku Ketua Majelis. Sementara itu, Anggota Majelis adalah Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Bangka Belitung terdiri dari Iskandar (unsur masyarakat), Deni (unsur KPU), dan Osykar (unsur Bawaslu). (Humas DKPP)