Jakarta, DKPP-Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa ketua KPU RI Arif Budiman. Dia diadukan oleh Arsi Divinubun dkk selaku kuasa hukum dari Godlief Ohee. Dalam pemeriksaan yang berlangsung bersamaan dengan pemeriksaan ketua dan anggota Bawaslu RI di ruang sidang DKPP, Arsi mendalilkan bahwa ketua KPU RI telah melanggar kode etik. Menurutnya, Teradu telah menandatangai surat Nomor 538/PY.032-SD/03/KPU/IX/2017 tertanggal 25 September 2017 yang ditujukan kepada Ketua KPU Provinsi Papua.
Dia menjelaskan bahwa isinya agar KPU Provinsi Papua menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu RI dengan terlebih dahulu melakukan klarifikasi dan kajian terhadap objek permasalahan yang menjadi landasan terbitnya rekomendasi serta mempertimbangkan Keputusan KPU Kab Jayapura Nomor 71/Kpts/KPU-Kab.Jpr/030.434090/2017.
Menurut Arsi, tindakan ketua KPU RI tersebut diluar kelaziman. Lebih jauh dia menjelaskan bahwa tindakan tersebut tersirat mengindikasikan adanya petunjuk KPU RI kepada KPU Provinsi Papua untuk tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu RI sebagaimana ketentuan undang-undang.
“Tidak sepatutnya Teradu mengeluarkan surat yang isinya meminta KPU Provinsi Papua menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu RI dengan terlebih dahulu melakukan klarifikasi dan kajian terhadap objek permaslaahan yang menjadi landasan keluarnya Bawaslu RI,†tutur Arsi dalam sidang yang dipimpin oleh Prof Muhammad dengan didampingi Prof Teguh Prasetyo, Ida Budhiati dan Alfitra Salam.
Terhadap dalil aduan tersebut, Arif yang hadir dengan didampingi anggotanya yakni Wahyu Setiawan, Ilham Saputra, Hasyim Asyari, Pramono Ubaid Tanthowi dan Evi Novida Ginting Manik sebagai pihak terkait membantah dalil aduan pengadu. Menurut Arif, dalil Pengadu secara keseluruhan tidak berkaitan dengan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu, melainkan berkenaan dengan keabsahan penerbitan suatu surat KPU yang kewenangan penyelesaian sengketanya berada pada lembaga peradilan Tata Usaha Negara.
“Pengambilan Keputusan KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dilakukan dalam rapat pleno KPU.†Dengan demikian, terbitnya Surat KPU Nomor: 538/PY.03.2-SD/03/KPU/IX/2017 Tanggal 25 September 2017 adalah tanggung jawab Teradu dan seluruh Anggota KPU secara kelembagaan dan bukan secara individual,†jelas Arif.
“Oleh karena hal tersebut diatas, Pengadu kurang memahami prosedur tata kerja KPU, bahwa prosedur pengambilan keputusan di KPU menggunakan sistem kolektif kolegial yaitu memerlukan keputusan dari seluruh Anggota KPU,†imbuhnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa dalil Pengadu yang menyatakan Teradu tidak sepatutnya mengeluarkan surat yang isinya meminta KPU Provinsi Papua menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu RI dengan terlebih dahulu melakukan klarifikasi dan kajian terhadap obyek permasalahan yang menjadi landasan keluarnya Rekomendasi Bawaslu RI. Menurutnya adalah dalil yang tidak berdasar.
Dia menegaskan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 10A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Teradu mempunyai hak dan wewenang untuk meneruskan dan memerintahkan KPU Provinsi Papua agar menindaklanjuti Surat Rekomendasi Bawaslu RI Nomor: 0853/K.Bawaslu/PM.06.00/IX/2017 Tanggal 20 September 2017 Perihal Rekomendasi Bawaslu RI terhadap Laporan Nomor 24/LP/PGBW/IX/2017.
Selain itu, Arif juga menjelaskan bahwa mekanisme tindak lanjut atas rekomendasi Bawaslu berdasarkan pada Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2013 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum. Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2014, di mana Pasal 17 yang menyebutkan bahwa KPU, KPU Provinsi/KIPAceh, KPU/KIP Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS/KPPSLN wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu sesuai dengan tingkatannya.
“Dalam Pasal 18 diatur tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 meliputi kegiatan mencermati kembali data atau dokumen sebagaimana rekomendasi Bawaslu sesuai dengan tingkatannya dan menggali, mencari, dan menerima masukan dari berbagai pihak untuk kelengkapan dan kejelasan pemahaman laporan Pelanggaran Administrasi Pemilu,†tegasnya. (Foto dan berita: Irmawanti)