Denpasar, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Didik Supriyanto mengungkapkan bahwa terdapat salah satu proses demokrasi yang di Indonesia yang diimpikan oleh banyak negara.
Ia menjelaskan, hal itu adalah suasana Tempat Pemungutan Suara (TPS) saat pencoblosan berlangsung. Menurut Didik, atmosfer demokratis sangat kental di TPS saat hari pemungutan suara.
Hal ini diungkapkan Didik kepada awak media dalam kegiatan Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media (Ngetren Media) di Badung, Bali, Selasa (6/10/2020) malam.
“Suasana TPS di Indonesia merupakan suatu hal yang diimpikan oleh banyak orang luar negeri,” jelasnya.
Didik mengakui bahwa dirinya selalu mengamati jalannya pemilu dan pilkada sejak 2004 silam. Dari pengalamannya, ia menuturkan bahwa tidak pernah sekalipun terjadi konflik di lingkungan TPS.
“Suasana TPS damai, penuh dengan toleransi, masyarakat berbaur dan bercanda satu sama lain. Belum lagi dengan sorak sorai saat penghitungan suara di TPS,” ucapnya.
“Hal ini tidak terjadi di luar negeri,” imbuh Anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) pada Pemilu 2004 ini.
Didik pun membandingkan kondisi TPS di tanah air dengan TPS yang terdapat di negara-negara demokrasi. Bahkan dalam negara yang paling demokratis sendiri, katanya, kondisi TPS-nya tidak semeriah sebagaimana yang terjadi di Indonesia.
Di banyak negara, memang terjadi antrian panjang di TPS saat hari pencoblosan. Namun setelah menggunakan hak pilihnya, orang-orang tersebut lebih memilih untuk pulang ketimbang berdiam diri di TPS.
Selanjutnya, Didik juga mencontohkan pemilu di Inggris. Menurutnya, setelah pihak berwenang di Inggris akan membawa kotak suara ke sebuah tempat yang mirip dengan alun-alun. Kotak suara dibuka dan dihitung di tempat tersebut.
“Tak ada transparansi di TPS. Rakyat Inggris pun tidak dapat segera mengetahui hasil dari suara yang telah digunakannya,” jelasnya.
Sedangkan TPS di Indonesia, lanjut Didik, sangat transparan karena memang suara dari pemilih langsung dihitung dan ditonton oleh masyarakat.
Hal ini juga ditambah dengan desain perhitungan yang tidak memberi ruang terjadi kecurangan atau manipulasi suara di TPS lantaran semua partai politik mengirimkan saksinya di setiap TPS.
Dan yang lebih membanggakan adalah tidak ada konflik yang terjadi di antara sesama perwakilan partai politik di TPS.
“Praktik pemungutan dan penghitungan di TPS kita merupakan the best practice in the world yang ingin sekali ditiru oleh negara-negara lain,” ucap Didik.
Pria kelahiran Tuban, 6 Juli 1966 ini menambahkan, kondisi TPS di Indonesia harus dipertahankan dalam pelaksanaan pilkada-pilkada atau pemilu-pemilu berikutnya.
Khusus Pilkada serentak Tahun 2020 pada 9 Desember mendatang, kata Didik, mungkin akan sangat sulit untuk melihat kondisi TPS yang cair, riuh dan semarak seperti yang terjadi dalam pesta demokrasi yang dilaksanakan sebelum pandemi Covid-19 menerpa.
Menurutnya, Pilkada 2020 memiliki tantangan yang sangat berbeda karena harus mengutamakan aspek kesehatan, selain juga aspek-aspek demokrasi. Didik berharap setidaknya para penyelenggara disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
Ia pun mengajak insan pers untuk menjalankan fungsi kontrol sosialnya agar protokol kesehatan Covid-19 tetap berjalan secara maksimal dalam pelaksanaan Pilkada 2020.
“Ini problem-problem yang penting bagi media massa untuk meyakinkan semua pihak agar protokol Covid tetap ditaati,” pungkasnya. [Humas DKPP]