Banjarmasin, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Didik Supriyanto, S.IP., M.IP. mengungkapkan, kondisi iklim demokrasi Indonesia saat ini sudah jauh lebih baik setidaknya dibanding 25 tahun lalu.
Hal ini disampaikannya saat menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan Seminar Nasional bertemakan “Penguatan Demokrasi dan Integritas Pemilu di Indonesia” yang diadakan di Kota Banjarmasin, Senin (23/11/2020).
Seminar ini merupakan hasil kerja sama antara DKPP dengan Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Lebih dari 50 orang yang terdiri dari jajaran civitas academica dan mahasiswa ULM mengikuti kegiatan ini.
Kepada mahasiswa, Didik mengatakan bahwa generasi muda saat ini harus menikmati iklim demokrasi di Indonesia saat ini
“Bersyukurlah adik-adik mahasiswa hidup dalam negara yang sudah demokratis,” katanya.
Anggota Panwaslu pada Pemilu 2004 ini pun membandingkan kondisi saat ini dengan iklim demokrasi semasa mudanya dulu yang ia sebut sangat tidak demokratis.
Generasi muda, khususnya mahasiswa saat ini memiliki banyak saluran untuk mengkritik siapa pun, mulai dari Lurah, Dekan, Rektor hingga Presiden. Terlebih, kata Didik, saat ini ada media sosial yang memang membuat kebebasan berbicara semakin meningkat.
“Kalau dulu semasa saya mahasiswa, kami cuma mengkritik rektor. Kalau mau kritik di luar itu (pemerintah atau penguasa, red.) itu harus berani menanggung sendiri akibatnya,” ucap aktivis UGM era 80-an ini.
Dalam kesempatan ini, ia pun memuji Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) yang masuk 10 besar provinsi dengan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Tahun 2019 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik.
Menurut BPS, Kalsel menduduki peringkat 10 sebagai provinsi dengan IDI tertinggi dari 34 provinsi Indonesia.
“Demokrasi di Kalsel jauh kebih maju dibanding tempat saya lahir. Menurut survey, Kalsel lebih demokratis dibanding Jawa Timur. Ini luar biasa,” kata Didik.
Didik berpendapat, setidaknya terdapat empat indikator dari sebuah negara demokratis, yaitu pemilu yang luber jurdil (free and fair election), pemerintah yang kuat legitimasinya dan responsif, adanya Hak Asasi Manusia (HAM), dan masyarakat sipil yang kuat.
“Jadi demokrasi itu akan hidup dan berkembang apabila pemilunya luber jurdil, pemerintahannya responsif, HAM-nya dilindungi, dan sipilnya kuat,” jelas Didik.
Lebih lanjut, Didik menegaskan bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 11/PUU-VIII/2010 dan UU Pemilu, pemilu merupakan tanggung jawab bersama dari tiga lembaga, yaitu KPU, Bawaslu, dan DKPP.
“DKPP adalah lembaga yang khusus menangani pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu,” tutup Didik. [Humas DKPP]