Jakarta, DKPP – Sri Nuryati, salah seorang peserta seleksi panwas kabupaten, mengadukan Ketua dan Anggota Bawaslu Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Periode 2012-2017 terkait dengan proses seleksi Panwas Kabupaten di Provinsi NTB dalam sidang pemeriksaan yang dilaksanakan pada Rabu (27/9). Menurut Pengadu, proses seleksi yang dilakukan tidak menjunjung azas proporsionalitas dan profesional.
“Ada dua bukti jika para Teradu berlaku tidak profesional dan tidak proporsional dalam melaksanakan seleksi panwas kabupaten/kota Provinsi NTB tahun 2017,†ucap Sri.
Dilanjutkan Sri, dirinya memiliki bukti tidak profesionalnya Bawaslu NTB dalam proses seleksi. Pertama, terpilih Idhar sebagai anggota Panwas Kabupaten Bima diwarnai kejanggalan karena tahap fit and proper test hanya sepuluh menit saja. Padahal dalam tahapan yang langsung dilakukan oleh komisioner Bawaslu NTB tersebut calon lain membutuhkan waktu antara 30 sampai 60 menit. Kedua, terpilihnya Abdurrahman sebagai calon Anggota Panwas Kabupaten Bima. Menurut laporan masyarakat, Abdurrahman tercatat dalam kepengurusan DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Kabupaten Bima Periode 2010-2015.
“Abdurrahman ini tercatat sebagai pengurus DPD PAN (Kabupaten) Bima 2010-2015 dan juga menjadi bagian tim kampanye (wakil sekretaris, red) paslon di Pilkada Bima tahun 2015, bukti saya lampirkan diaduan,†terang Sri.
Dalil yang disampaikan Pengadu ditolak oleh Khuwailid, karena aduan teradu salah alamat. Dijelaskan oleh Khuwailid proses seleksi panwas merupakan tanggungjawab tim seleksi, bukan Bawaslu Provinsi NTB sehingga pertanyaan tersebut seharusnya disampaikan kepada tim seleksi. Sedangkan mengenai terpilihnya Abdurrahman sebagai calon Panwas Kab. Bima, dirinya sudah meminta tim seleksi untuk melakukan klarifikasi dan pada proses seleksi administrasi juga sudah ada dokumen pengunduran diri. Selain itu juga telah didapat keterangan lisan dari pengurus DPD PAN Kab. Bima periode 2017 jika Abdurrahman tidak lagi menjadi pengurus.
“Hasil penelusuran dari timsel saat seleksi administratif, yang ada dalam dokumen administrasi adalah surat pengunduran diri yang ditandangani tahun 2012 dan surat keterangan dari Partai Amanat Nasional,†jelas Khuwailid yang duduk sebagai Teradu I.
Bantahan Teradu dalam persidangan diperkuat oleh Abdurrahman yang hadir dalam sidang selaku Pihak Terkait dalam sidang pemeriksaan. Abdurrahman menyatakan dirinya telah mengajukan surat pengunduran diri melalui surat tertanggal 20 Maret 2012.
“Saya sudah mengajukan surat pengunduran diri dari kepengurusan PAN Kab. Bima sejak tahun 2012 dan tidak mengetahui kalau masih tercantum sebagai pengurus dan diikutkan menjadi tim kampanye di Pilkada Bima tahun 2015,†ujar Abdurrahman.
Keterangan yang disampaikan Abdurrahman memancing pertanyaan Ida Budhiati, anggota majelis. Dalam Sidang Ida menanyakan mengapa pihak terkait tidak mengurus dokumen pemberhentian sebagai anggota partai politik seperti yang diamanatkan undang-undang. “Saudara Abdurrahman apakah anda tahu syarat menjadi panwas? Dan jika tahu syarat menjadi mengapa tidak menanyakan SK Pemberhentian kan katanya sudah mengundurkan diri sejak 2012?,†tanya Ida.
Lebih lanjut Ida menjelaskan, jika seharusnya Pihak Terkait juga memiliki itikad baik untuk mengurus SK Pemberhentian. Apalagi ditambah dengan latar belakang profesi Pihak Terkait sebagai pengacara, sudah seharusnya mengetahui dokumen sah pemberhentian dan tidak hanya cukup sampai surat keterangan berhenti saja.
Sidang Pemeriksaan kode etik dengan nomor registrasi 115/DKPP-PKE-V/2017 dilakukan di Ruang Sidang DKPP, Lantai 5 Gedung Bawaslu dipimpin oleh Harjono selaku Ketua Majelis dan didampingi anggota majelis Alfitra Salam, Ida Budhiati, Teguh Prasetyo dan Ratna Dewi Pettalolo. (Prasetya Agung N.)