DKPP, Jakarta –
Irfansyah,
Anggota Panwaslih Provinsi Aceh dilaporkan Ketua dan Anggota
Bawaslu RI ke DKPP. Sebelumnya, Bawaslu RI telah melakukan pembinaan sebanyak tiga
kali kepada Panwaslih Prov. Aceh. Terkait masalah Irfansyah, Bawaslu RI
menyampaikan kepada Panwaslih Aceh untuk dapat bekerjasama dan menjaga lembaga
Panwaslih Aceh, tetapi masih tetap belum ada perubahan.
Sidang dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara
pemilu yang digelar Kamis (2/9) siang ini dihadiri Anggota Bawaslu RI Endang
Wihdatiningtyas selaku Pengadu, dan Irfansyah selaku Teradu. Selain itu hadir
pula Ketua dan Anggota Panwaslih Aceh yakni Syamsul Bahri, Tharmizi, Ismunazar,
dan Irhamsyah sebagai Pihak Terkait.
Dalam dalil aduannya, Endang
menjelaskan bahwa Teradu
diduga menandatangani surat keluar Panwaslih Acehyang tidak sesuai dengan SOP (Standart Operasional Procedur) dan
administrasi. Salah satunya terkait surat yang ditandatangani Irfansyah, surat itu ditujukan
kepada Ketua KIP Aceh perihal data proses tahapan pencalonan. Teradu mengakui telah
menandatangani dan surat tersebut tanpa adanya nota dinas dari Ketua.
“Teradu tidak melaksanakan tugas
sebagai penyelenggara pemilu dengan komitmen tinggi dan melalaikan pelaksanaan
tugas yang diatur dalam organisasi penyelenggara pemilu dalam melakukan
pengawasan pemilihan di Aceh,†kata
Endang.
Dalam dalil aduan, diungkap terjadinya kegaduhan saat
Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Dukungan Bakal Pasangan Calon Perseorangan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Tahun 2017. Ketika Ketua KIP Aceh ingin membacakan hasil
rekap seluruh Kabupaten/ Kota dan akan mengesahkan dengan mengetuk palu, Irfansyah
menginterupsi dengan menunjuk tangan dan menyampaikan bahwa rekap ditunda dulu,
karena masalah Aceh Timur dianggap belum selesai.
Kemudian Ketua KIP Aceh menanyakan
apakah ini pendapat Panwaslih Aceh atau pendapat pribadi Irfansyah, jika
pendapat Panwaslih Aceh, Ketua KIP Aceh meminta rekomendasi tertulis untuk menunda
proses ini. Kemudian Ketua Panwaslih Aceh Syamsul Bahri menjawab bahwa ini
bukan pendapat lembaga, melainkan pendapat pribadi Irfansyah, dan Ketua Panwaslih Aceh tidak mau mengeluarkan
rekomendasi.
Kemudian Ketua KIP Aceh meminta
Irfansyah untuk mengisi form lampiran model BA.8-kwkperseorangan. Lalu
Irfansyah mengisi form dimaksud dengan isi yang berbeda dengan apa yang
disampaikan secara lisan sebelumnya. Sebelum ia menandatangani form dimaksud, Ketua
KIP Aceh mengesahkan hasil rekap dan form tersebut menjadi bagian dari hasil
pleno. Setelah itu pleno diskors dengan maksud untuk mempersiapkan dokumen yang
harus ditandatangani. Ketika skors dicabut dan melanjutkan acara, Irfansyah
sudah tidak ada di ruangan,
tetapi Ketua Panwaslih Aceh masih hadir.
“Teradu tidak hadir pada pelantikan
dan bimtek Panwaslih
di Kab. Gayo Luwes tanpa pemberitahuan, sehingga tidak bisa digantikan oleh
pimpinan Panwaslih Aceh yang lain. Selain itu, Teradu juga jarang menghadiri
rapat pleno dan tidak mau menandatangani berita acara hasil pleno,†imbuh
Endang.
Selain itu, Teradu mengakui bahwa memang
ada masalah soal keharmonisan diantara Pimpinan Panwaslih Prov. Aceh. Teradu juga
menjelaskan dalam sidang bahwa dirinya mengikuti rapat pleno hingga penutupan,
dan tidak pernah meninggalkan tempat pleno kecuali pergi ke kamar kecil.
“Saya tidak pernah meninggalkan
tempat kecuali ke toilet, setelah itu duduk dan kembali mengoreksi beberapa
Kabupaten/Kota ,†terangnya.
Ketua DKPP Prof. Jimly Asshiddiqie
memimpin langsung sidang ini didampingi Anggota DKPP lainnya, yakni Dr. Nur
Hidayat Sardini, Pdt. Saut Hamonangan Sirait, dan Prof. Anna Erliyana. [Sandhi]