Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 106-PKE-DKPP/VIII/2023 di Ruang Sidang DKPP Jakarta, pada Senin (4/9/2023).
Pada perkara ini diadukan Rahmat Bagja, Totok Hariyono, Herywn J.M. Malonda, Puadi, dan Lolly Suhenty (masing-masing sebagai Ketua dan Anggota Bawaslu RI).
Mereka mengadukan Hasyim Asy’ari, Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz ( masing-masing Ketua dan Anggota KPU RI) sebagai Teradu I sampai VII.
Teradu I sampai VII diduga telah membatasi tugas pengawasan Pengadu berkaitan dengan pembatasan akses data dan dokumen pada Sistem Informasi Pencalonan (Silon). Teradu juga mengahalangi pengawasan melekat berkaitan dengan jumlah personel dan durasi pengawasan.
Pemberian akses Silon kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota telah diatur dalam Pasal 3 ayat (6) dan ayat (7) Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2023 dan Pasal 93 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023.
“Pada kenyataannya akses Silon dibatasi oleh para Teradu. Sehingga Pengadu tidak dapat melakukan pengawasan terhadap data dan dokumen persyaratan pada Silon secara menyeluruh,” kata Pengadu V Lolly Suhenty.
Para Teradu tidak bergeming memberikan akses Silon kepada Pengadu meski telah menerima tiga kali surat imbauan. Pengadu membutuhkan akses tersebut untuk pengawasan atas pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon.
Lolly menambahkan pihaknya semakin dibatasi oleh Teradu yakni membatasi jumlah personel yang melakukan pengawasan melekat dengan durasi hanya 15 menit.
“Para Teradu telah melanggar pasal 6 ayat (3) huruf a, pasal 11 huruf c dan pasal 19 huruf e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Perilaku Penyelenggara Pemilu,” tegasnya.
Jawaban Teradu
Teradu I (Hasyim Asy’ari) menilai aduan para Pengadu ke DKPP sebagai sesuatu yang prematur. Pihaknya tidak pernah diundang oleh Pengadu untuk klarifikasi terkait pokok aduan yang diadukan ke DKPP dan menentukan pelanggaran kode etik atau administrasi Pemilu.
“Sikap dan tindakan Pengadu tanpa melakukan upaya penanganan sebagaimana diatur dalam Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2022 dan Undang-Undang Pemilu, menurut kami pengaduan yang diadukan Pengadu adalah prematur,” tegas Teradu I.
Para Teradu membantah melakukan pembatasan akses data dan dokumen Silon kepada Pengadu. Teradu I sampai VII menegaskan menjalankan prinsip kehati-hatian dalam menjaga data serta dokumen bakal calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Teradu I menambahkan telah merespon imbauan para Pengadu untuk membuka akses Silon melalui surat KPU RI Nomor 725/PL.01.4-SD/05/2023. Dalam surat tersebut dijelaskan mengenai pentingnya menjaga kerahasiaan data dan dokumen yang dalam Silon.
“Seharusnya Pengadu memahami alasan yang disampaikan dalam surat 725 tersebut telah sesuai dengan Pasal 17 huruf g dan h Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2028 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” tegasnya.
Sebagai informasi, dalam sidang pemeriksaan ini Pengadu menghadirkan sanksi ahli yaitu Prof. Muhammad (Ketua Bawaslu RI periode 2012-2017). Sedangkan Teradu menghadirkan sejumlah saksi yang berasal dari 11 partai politik perserta Pemilu tahun 2024.
Sidang pemeriksaan dipimpin oleh Heddy Lugito sebagai Ketua Majelis. Anggota Majelis diisi oleh J. Kristiadi, Muhammad Tio Aliansyah, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dan Ratna Dewi Pettalolo. [Humas DKPP]