Jakarta, – Selama
pelaksanaan Pemilukada serentak tahun 2015, tidak lepas dari masalah. Hal ini
berdasarkan jumlah pengaduan yang masuk ke Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu (DKPP).
Menurut DKPP Saut H Sirait, selama tahun 2015 DKPP telah
menerima sebanyak 247 perkara. Daerah yang paling banyak adalah Provinsi
Sumatera Utara sebanyak 45 perkara. Kedua, daerah Jawa Timur sebanyak 28
perkara dan ketiga adalah Papua sebanyak 13 perkara.
“Daerah yang tidak
ada pengaduan adalah DKI Jakarta, Jambi, Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara.
DKI Jakarta dan Aceh karena tidak ada Pemilukada,†katanya dalam acara Diskusi
Terfokus dengan tema Tinjauan Kritis Atas Pelaksanaan Pilkada dan Revisi Undang-Undang
Pilkada dalam Perspektif HAM di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (14/3).
Pembicara lainnya, Ronal Fariz, ICW, Ketua Bawaslu RI Muhammad, Ketua KPU RI
Husni Kamil Manik, Fadli Ramadhanil, peneliti Perludem dan lain-lain.
Dari pengaduan yang
masuk selama tahun 2015, DKPP telah memberhentikan tetap sebanyak 44
penyelenggara Pemilu, pemberhentan sementara sebanyak empat orang dan
merehabilitasi sebanyak 282. Sedangkan sanksi peringatan sebanyak 125 orang.
Ada pun tahun 2016,
pengaduan yang masuk tertinggi dari Sumatera Utara sebanyak 18 perkara. Kedua,
Papua sebanyak 13 perkara dan ketiga adalah Bengkulu sebanyak 12 perkara.
Selama tahun 2016, DKPP telah memberhentikan sebanyak 28 orang, sanksi
peringatan sebanyak 88 orang dan merehabilitasi sebanyak 181 orang. “Ada lima
kategori pengaduan pelanggaran kode etik terbanyak selama tahapan Pemilukada.
Pertama, tidak teliti. Kedua, tidak memperbaiki kesalahan. Ketiga, perlakukan
tidak sama. Keempat, pelanggaran hukum. Terakhir, penyuapan,†jelas mantan anggota
KPU RI itu.
Sementara itu,
Syamsuddin Haris, peneliti LIPI berpendapat bahwa jika bertolak pada keputusan
Mahkamah Konstitutsi, sebenarnya tidak ada pengaturan yang mengikat terkait
Pemilukada. Artinya, Pemilukada bisa serentak tapi bisa juga tidak serentak.
Namun bila tujuannya efisiensi waktu dan dana, Pemilukada sebaiknya dilakukan
serentak. “Persoalannya adalah apakah Pemilukada serentak dilakukan sekadar
untuk tujuan efisiensi waktu dan dana saja? Saya berpendapat, sebaiknya
Pemilukada serentak dilakukan tak hanya untuk tujuan efisiensi, melainkan juga
untuk tujuan efektifitas dan sinergi pemerintahan nasional, provinsi dan
kabupaten/kota,†ungkap dia. [teten jamaludin]