Bandar
Lampung, DKPP – “Seluruh proses persidangan mengikuti mekanisme
peradilan umum. Antara lain, misalnya, dalam sidang DKPP ada majelis yang
terdiri atas Ketua/Anggota DKPP dan Anggota Tim Pemeriksa Daerah, ada para pihak seperti Pengadu, Teradu, Saksi, dan
Pihak Terkait; serta dapat diikuti langsung oleh masyarakat maupun media massaâ€, kata anggota DKPP eks officio
Bawaslu,Endang Wihdatiningtyas.
Demikian Endang saat menyampaikan materi pada Sosialisasi Penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu Tahun 2015 di
aula kantor KPU
Provinsi Lampung, Jl. Gajah Mada 87 Bandar Lampung, Jumat (21/8). Dia menjelaskan bahwa penanganan perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu oleh
DKPP dijalankan melalui sebuah sidang kode etik yang bersifat terbuka.
Selanjutnya perempuan
yang juga aktif di Lembaga Konsultasi Bantuan
Hukum untuk Wanita dan Keluarga Daerah Istimewa Yogyakarta ini
menerangkan Asas-Asas Persidangan DKPP yang dibagi ke dalam tiga hal, pertama
asas pra persidangan, kedua asas persidangan dan yang terakhir adalah putusan.
Pra Persidangan terdiri atas Speedy
administration of justice, speedy trial atau peradilan yang cepat, artinya
seseorang berhak untuk cepat diperiksa oleh hakim demi terwujudnya kepastian
hukum bagi mereka. Restitutio in Integrum atau kekacauan dalam masyarakat, haruslah
dipulihkan pada keadaan semula (aman). Artinya, hukum harus memerankan fungsinya
sebagai “sarana penyelesaian konflikâ€), Acori
in cumbit probation artinya pengadu harus punya bukti, dan Probation plena atau bukti tertulis yang
wajib disertakan dalam laporan.
Asas Persidangan terdiri atas Cogatitionis poenam
nemo patitur atau
tidak seorang pun dapat dihukum karena apa yang dipikirkan atau yang ada di
hatinya. Artinya, pikiran atau niat yang ada di hati seseorang untuk melakukan
kejahatan tetapi tidak dilaksanakan atau diwujudkan maka ia tidak boleh
dihukum. Di sini menunjukkan bahwa hukum itu bersifat lahir, apa yang dilakukan
secara nyata, itulah yang diberi sanksi.
Ius
curia novit atau hakim dianggap mengetahui hukum.
Artinya, hakim tidak boleh menolak mengadili dan memutus perkara yang diajukan
kepadanya, dengan alasan tidak ada hukumnya karena ia dianggap mengetahui hukum dan Nemo judex
indoneus in propria, tidak seorang pun dapat menjadi hakim yang baik
dalam perkaranya sendiri. Artinya, seorang hakim dianggap tidak akan mampu
berlaku objektif terhadap perkara bagi dirinya sendiri atau keluarganya,
sehingga ia tidak dibenarkan bertindak untuk mengadilinya
Asas Putusan terdiri atas Lex
dura, sed temen scripta artinya hukum itu keras
demikianlah adanya. In
dubio pro reo,
apabila hakim ragu mengenai kesalahan terdakwa, hakim harus menjatuhkan
putusan yang menguntungkan bagi terdakwa. Res
judicate proveri tate habetur atau setiap putusan
pengadilan/hakim adalah sah, kecuali dibatalkan oleh pengadilan yang lebih
tinggi dan Final and binding atau final dan mengikat.
Acara Sosialisasi Penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu
Tahun 2015 dimoderatori oleh Tenaga Ahli DKPP RI, Dr. Syopiansyah Jayaputra.
Untuk membantu terlaksanakan acara ini dengan baik DKPP panitia DKPP menugaskan
Kabag Persidangan Dini Yamashita, dan staf Ucu Saepuridwan, Dominikus Cahyo
Susetyo, Helby Sudrajat, dan Austin Nalsalina Sinaga. [Diah Widyawati_3]