Jakarta, DKPP – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof. Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa anggota TNI dan Polri bisa diberikan hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum. Namun, ada beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Demikian disampaikan Jimly pada sesi tanya jawab di acara Rapim Polri dengan tema “Permasalahan Aktual Terkait Penyelenggaraan Pemilu 2014 dan Langkah Solusinya” di Auditorium Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) Jalan Tirtayasa No. 6, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, tadi siang (07/01). Selain Jimly, narasumber lain Ketua KPU Husni Kamil Manik dan Ketua Bawaslu RI Muhammad. Salah seorang peserta menanyakan terkait kesempatan hak pilih dan dipilih anggota TNI dan Polri dalam Pemilu.
“Syaratnya ada tiga. Pertama, TNI dan Polri sudah betul-betul profesional. Kedua, lingkungan kerja TNI dan Polri, sistem politik kita sudah terlembaga dengan baik. Ketiga, kultur politik kita sudah mampu memisahkan mana urusan pribadi dan mana urusan insitusi dalam budaya kerja. Kalau itu sudah terpenuhi, saya rasa tidak ada lagi alasan untuk membedakan anggota TNI dan Polri sebagai warga negara. Dia punya hak yang sama dengan yang lain. Catatan sebagai individu warga,” jelas pakar hukum tata negara itu.
Jimly menerangkan, di Jerman misalnya. Seorang pegawai negeri sipil (PNS) diperbolehkan untuk mencalonkan sebagai anggota legislatif. Nanti bila terpilih, dia berhenti dari PNS-nya. Bila sudah pensiun dari parlemen dia kembali lagi.
“Toh birokrasi itu tidak ada pengaruhnya apa-apa dengan berubahnya seorang individu. Karena kultur kerja sudah profesional. Tidak ada masalah. Anggota militer atau polisi mau ikut nyaleg, boleh. Apalagi mau memilih, mau nyaleg aja boleh. Karena semua orang sudah tahu membedakan hak dan kewajibanya. Mana urusan pribadi dan mana institusi,” jelas mantan ketua MK itu.
Tapi, untuk keadaan perkembangan demokrasi di Indonesia saat ini, dia berpendapat belum bisa mencontoh seperti German. Jika TNI dan Polri hari ini diberi hak pilih dan dipilih khawatirnya bisa mengganggu profesionalisme.
“Tapi tidak apa, kita harus evaluasi. Misalnya, suatu hari ini nanti mulailah TNI dan Polri itu diberi hak memilih dulu. Sesudah itu lancar, baru periode berikutnya baik hak memilih dan dipilihnya monggo silakan. Bayangan saya, 2019 nanti mungkin untuk hak memilih sudah siap. Mulai 2019 TNI dan Polri boleh milih. Dan dikukuhkan di aturan undang-undang, baru sesaudah itu dievaluasi,” pungkas guru besar hukum tata negara di Universitas Indonesia itu. (ttm)