Jakarta, DKPP-
Anggota Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Barat Daya, Muhammad
Jakfar, Selasa (25/10), dinyatakan terbukti melanggar kode etik penyelenggara
Pemilu. Dia dinyatakan terbukti pernah menjadi pengurus partai politik dan
belum memenuhi syarat sebagai anggota KIP. Atas hal itu, Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap.
“Mengabulkan
pengaduan Pengadu untuk seluruhnya. Menjatuhkan
sanksi berupa Pemberhentian Tetap kepada Teradu atas nama Muhammad Jakfar
selaku Anggota KIP Kabupaten Aceh Barat Daya terhitung sejak dibacakannya
Putusan ini,†demikian kutipan amar putusan DKPP yang dibacakan di ruang sidang
DKPP, Jakarta.
Jakfar seperti dalam
pokok pengaduan yang diajukan ke DKPP diduga pernah menjadi Ketua Tuha Lapan
DPW Partai Aceh Kabupaten Aceh Barat Daya periode 2011-2015. Pengadu perkara
ini tidak lain atasan Jakfar sendiri yakni Ketua KIP Aceh, Ridwan Hadi. Jakfar
juga diduga pernah menjadi Tim Pemenangan Pasangan Calon Bupati dan Wakil
Bupati Kabupaten Aceh Barat Daya pada Pemilukada Tahun 2012.
Bukti-bukti
keterlibatan Jakfar, seperti disampaikan oleh Pengadu, di antaranya Surat
Keputusan Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh Nomor 125/KPTS-DPA/III/2011 tanggal
31 Maret 2011 tentang Penetapan Majelis Tuha Peut dan Tuha Lapan DPW Partai
Aceh Kabupaten Aceh Barat Daya Periode 2011-2015 dan Surat Keputusan Tim
Pemenangan Kabupaten Aceh Barat Daya Partai Aceh Nomor 01/SK-TPK/ABD/II/2012
tanggal 20 Februari 2012 tentang Pimpinan dan Anggota Tim Pemenangan Calon
Kepala/Wakil Kepala Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya Periode 2012-2017.
Bukti-bukti yang
diajukan tersebut smakin kuat setelah ada keterangan saksi dari Ketua DPW Partai
Aceh Kabupaten Aceh Barat Daya periode 2008-2013, M. Nazir. Nazir secara tegas
menyatakan bahwa yang tercantum dalam surat Nomor 125 adalah Teradu. Jakfar
sendiri dalam persidangan sempat membantah bahwa nama dalam surat Nomor 125 yang
disebut bukan dirinya, melainkan nama keponakan jauhnya. Dia mengaku tidak
pernah memiliki Kartu Tanda Anggota Partai Aceh. Sedangkan terkait tuduhan
menjadi tim pemenangan paslon, dia tidak membantah. Tetapi keterlibatannya di
tim kampanye bukan mandat dari partai, tetapi langsung dari paslon.
DKPP menilai, dari
fakta-fakta persidangan dan bukti-bukti yang ada telah meyakinkan untuk
menyimpulkan bahwa dalil Pengadu tidak mengada-ada. Hal tersebut diperkuat oleh
fakta bahwa alat bukti yang diajukan Teradu kurang relevan dengan dalil
bantahan yang disampaikan. Berdasarkan hal tersebut, DKPP menilai bahwa Teradu
terbukti melanggar asas kemandirian penyelenggara Pemilu sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 5 huruf a, Pasal 9 huruf c, dan Pasal 10 huruf a Kode
Etik Penyelenggara Pemilu.
Kasus seperti Jakfar ini bukan yang pertama kali. Dari sekian perkara serupa yang pernah masuk ke DKPP dan
terbukti kebenarannya, maka sanksi yang diberikan oleh DKPP adalah sanksi
pemberhentian tetap. Pasal etis yang dilanggar adalah soal kepastian hukum.
Sesuai ketentuan pasal 11 huruf i dan pasal 89 huruf i Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu setelah ada putusan MK, syarat
penyelenggara Pemilu harus mundur dari partai politik dalam jangka waktu
sekurang-kurangnya lima tahun sebelum mendaftar sebagai penyelenggara Pemilu.
Pasal ini berlaku baik di lingkungan KPU maupun lingkungan Bawaslu.
Pada perkara yang sama, DKPP juga menjatuhkan sanksi
peringatan kepada Pengadu Ridwan Hadi. Dia dinilai selaku atasan dari Teradu dan
sebagai representasi kelembagaan telah menunjukkan sikap yang tidak profesional
dalam menindaklanjuti perintah KPU RI. Alih-alih menitikberatkan proses
persidangan pada substansi pokok pengaduan yang diajukan sesuai perintah KPU
RI, Pengadu secara berulang-ulang malah menunjukkan sikap apologetik dengan
mengatakan bahwa tindakan Pengadu melaporkan Teradu ke DKPP semata atas
perintah atasannya yaitu KPU.
“Sikap demikian
dinilai tidak hanya tidak bertanggung jawab tetapi juga menunjukkan komitmen
profesionalitas yang lemah secara kelembagaan. Dalam hal ini, Ketua Komite
Independen Pemilihan (KIP) Aceh selaku simbol dan representasi kelembagaan
serta manajer organisasi seharusnya dapat mencegah hal semacam itu terjadi,â€
berikut kutipan pertimbangan putusan DKPP atas jatuhnya sanksi kepada Pengadu. (Arif Syarwani)