Jambi, DKPP – Anggota DKPP, Dr. Alfitra Salamm mengungkapkan bahwa pemilu yang sehat adalah pemilu yang terlaksana tanpa adanya pemungutan suara ulang (PSU). Menurutnya, PSU kerap menjadi modus operandi pasca pemilu bagi sebagian calon yang kalah.
Hal ini dinyatakan Alfitra saat menjadi narasumber dalam Dialog Publik bertemakan “Siapa pun yang Jadi Pemenang adalah Gubernur Kita” yang diadakan oleh Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi (Kopipede) Provinsi Jambi di Kota Jambi, Rabu (26/5/2021).
Alfitra menuturkan, 16 PSU di seluruh Indonesia juga diakibatkan jajaran penyelenggara terutama akibat administrasi pemilu yang tidak baik.
“16 PSU yang terjadi akibat keputusan MK berpotensi adanya pelanggaran etik, meskipun beberapa daerah sudah ada yang melaporkan ke DKPP,” ungkapnya.
Pada umumnya, tambah Alfitra, yang terjadi berkaitan dengan administrasi data kependudukan yang menjadi sumber masalah di beberapa daerah yang melaksanakan PSU.
“Profesionalitas penyelenggara dalam pilkada 2020 masih didapati kelalaian atau ada proses pembiaran,”
Proses rekrutmen penyelenggara pemilu dikatakan Alfitra sebagai muara dalam masalah ini.
“Entry point disini adalah berkaitan dengan rekrutmen penyelenggara, aspek kualitas,” katanya.
Paparan di atas disebut Alfitra sebagai salah satu persoalan universal dalam kepemiluan di Indonesia.
Persoalan lain menurut Alfitra adalah terkait dengan regulasi kepemiluan. Ia menilai, ke depannya perlu dipertimbangkan agar lebih menampakkan visi demokrasi Indonesia dalam Undang-undang Pemilu dan Pilkada, alih-alih menekankan pada aspek teknis semata.
Visi demokrasi, lanjut Alfitra, selain menciptakan sistem politik dan pemilu yang sehat, haruslah berujung pada pemimpin atau legislator yang menekankan pada terwujudnya kesejahteraan masyarakat, sebagai salah satu tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
“Visi proses demokratisasi yang lebik baik lagi, sehingga akan terpilih kepala daerah yang mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya. [Humas DKPP]