Selatpanjang, DKPP – Nilai positif dari pandemi Covid-19 adalah orang menjadi ‘melek’ terhadap teknologi. Mereka yang biasanya dapat bertemu secara fisik harus dikurangi dan beradaptasi dengan kebiasaan baru yakni lebih menghargai pertemuan, lebih memanusiakan manusia.
Demikian disampaikan oleh Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Dr. Alfitra Salamm, APU saat menjadi pemateri dalam kegiatan Bimbingan Teknis Kode Etik Penyelenggara Pemilu bagi Bawaslu Kabupaten Kepulauan Meranti dan Panwaslu Kecamatan se-Kabupaten Kepulauan Meranti dengan Tema “Potensi Pelanggaran Administrasi, Pidana dan Pelanggaran Kode Etik dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2020” di Ballroom Grand Meranti Hotel, pada Jumat sore (14/8).
Menurut Alfitra, saat ini telah muncul klaster di masyarakat, pasar, dan perkantoran. Dia berharap tidak muncul cluster baru yang disebabkan oleh pelaksanaan Pilkada 9 Desember mendatang. Oleh karena itu, semua tahapan Pilkada harus mematuhi protokol Covid-19. Selain patuh menjalankan undang-undang pilkada, jajaran penyelenggara juga harus patuh terhadap protokol Covid-19. Caranya adalah dengan mematuhi dan mengikuti apa yang diperintahkan oleh gugus tugas.
Namun demikian, masalah yang muncul kemudian dan menjadi permasalahan di semua daerah adalah terkait kepala gugus tugas yang juga kepala daerah. Kepala daerah yang merangkap sebagai kepala gugus tugas kemudian menjadi kandidat dalam pilkada (petahana). Hal ini harus benar-benar diwaspadai.
“Jangan sampai kebijakan-kebijakan covid dimanipulasi oleh petahana, dan atau bantuan-bantuan covid dimanfaatkan untuk kepentingan petahana ini. Kita dituntut untuk lebih ekstra hati-hati dalam melihat peta politik perkembangan covid dalam Pilkada,” kata Alfitra.
“Pengawas harus lebih ekstra bekerja dan jangan hanya berpaku pada regulasi. Harus benar-benar diwaspadai perkara money politik ini, terutama di masa tenang dan di hari-H pemungutan suara,” lanjutnya.
Selanjutnya Alfitra menjelaskan potensi pelanggaran. Selain kebijakan covid yang rentan dimanipulasi, potensi pelanggaran lainniya adalah money politik. Pandemi Covid ini berimplikasi dengan banyaknya warga yang butuh bantuan. Alfitra berpesan agar jajaran Pengawas untuk bekerja keras dan lebih maksimal. Artinya pengawas harus paham cara menangani temuan dan laporan.
Menurut Alfitra, dalam pelaksanaan Pilkada jika banyak pelanggaran, maka yang disangkakan pertama kali adalah kinerja jajaran pengawas, bukan KPU. Potensi pelanggaran berikutnya terkait netralitas ASN. Banyak kasus atau isunya sudah jelas, namun cara menanganinya kurang terukur. Penyelenggara juga tidak boleh abai dengan etik dalam bermedia sosial. Selain itu, Alfitra juga berpesan agar berhati-hati dengan kasus perselingkuhan yang akhir-akhir ini marak terjadi. Meski non-tahapan, namun jika terbukti maka sanksi DKPP akan menjatuhkan putusan yang berat.
Selain menjelaskan potensi pelanggaran, Alfita juga memberikan beberapa tip agar jajaran pengawas tidak dipanggil dalam sidang DKPP, di antaranya adalah jangan terburu-buru meng-MS-kan (Memenuhi Syarat_red) atau meng-acc-kan apa yang baru diputuskan oleh KPU. Alfitra meminta Pengawas untuk diam dan berfikir sejenak terkait hal yang telah diputuskan oleh KPU. Kemudian Pengawas harus membuat kajian/telaah terlebih dahulu sebagai legal standing.
“Beberapa alasan yang mendasari orang mau menerima uang antara lain rezeki tidak boleh ditolak, bentuk balas budi, ada rasa berdosa jika sudah menerima uang tapi tidak memilih, ganti uang transport, datang ke TPS perlu dana buat bayar ongkos, dan sebagai pengganti uang harian karena di hari itu tidak bekerja,” ungkapnya.
Kegiatan Bimtek ini dibuka secara resmi oleh Anggota Bawaslu Provinsi Riau, Neil Antariksa, dan diikuti oleh seluruh Panwascam di sembilan Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Meranti. [Humas DKPP]