Serang, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Dr. Alfitra Salamm kembali mengingatkan pentingnya sinergi antara KPU dan Bawaslu pasca Pilkada Serentak Tahun 2020.
Sinergi ini menjadi kunci untuk menyamakan penafsiran peraturan perundang-undangan kepemiluan. Menurutnya tidak sedikit penyelenggara pemilu saling melaporkan ke DKPP karena adanya beda penafsiran peraturan perundang-undangan.
Hal tersebut disampaikan Alfitra Salamm saat menjadi narasumber dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) Tindaklanjut Pelanggaran Kode Etik dan Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan di Hotel Mambruk Anyer, Kabupaten Serang.
“Menyamakan penafsiran peraturan perundang-undangan kepemiluan ini sangat penting. Banyak kasus (yang diadukan ke DKPP) terjadi karena adanya perbedaan penafsiran antara KPU dan Bawaslu,” ungkap Alfitra Salamm.
Mantan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini menambahkan peraturan perundang-undangan kepemiluan yang multitafsir akan menciptakan ketidakadilan terutama bagi peserta pemilu.
Tidak hanya penafsiran peraturan perundang-undangan, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) antar lembaga penyelenggara pemilu perlu disinergikan. Sinergi tupoksi ini bertujuan meminimalisir persaingan tidak sehat antar lembaga.
“Tupoksi antar lembaga penyelenggara pemilu juga perlu disinergikan. Jangan sampai terlihat kompetitif, harusnya koordinasi malah kontestasi,” sambungnya.
Rekrutmen atau penjaringan calon penyelenggara pemilu menjadi hal krusial yang harus diperhatikan. Rekrutmen ini dinilai menjadi pintu masuk dari berbagai masalah penyelenggaraan pemilu.
“Rekrutmen penyelenggara pemilu berdasarkan pengalaman. Penyelenggara pemilu yang berpengalaman akan menjadi problem solver sehingga meminimalisir pelanggaran,” pungkasnya.
Sebagai informasi, FGD ini digelar oleh Bawaslu RI dan dihadiri oleh Divisi Penindakan Bawaslu Provinsi seluruh Indonesia. (Humas DKPP)