Surabaya, DKPP – Bagi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) adalah keputusan yang sulit untuk mengelar kegiatan di tengah pandemic covid-19 yang belum diketahui kapan akan berakhir. Pertemuan dalam kegiatan ‘Bimbingan Teknis Tim Pemeriksa Daerah (Bimtek TPD) Regional II, di Surabaya, 22-24 Oktober 2020 ini diharapkan bukan hanya sekadar ajang silaturahmi tetapi juga pemperkuat posisi DKPP sebagai penegak etik dan juga sebagai ujung tombak, pelopor dalam gerakan etik nasional. Hal ini disampaikan oleh Anggota DKPP, Dr. Alfitra Salamm saat menyampaikan arahan bimtek.
“Pertemuan malam ini bukan hanya sekadar silaturahmi, tetapi saya berharap forum ini menjadi forum soliditas TPD. TPD adalah menjadi ujung tombak DKPP di daerah. Soliditas ini penting dalam upaya memperkuat proses persidangan maupun sanksi-sanksi yang diberikan. Oleh karena itu saya berharap kepada TPD agar pertemuan ini bisa menjadi komitmen untuk memperkuat, memperteguh kode etik penyelenggara pemilu,” kata Alfitra.
Terkait integritas, Alfitra pun membongkar ‘dapur DKPP’. Dia menjelaskan bahwa setiap pleno digelar, pasti dilakukan sumpah. “Yang beragama Islam pakai Al-quran yang dan Kristen pakai Injil. Jadi jika plenonya sehari dua kali dan tidak ada skors, maka peserta pleno bisa dua kali disumpah. Hal ini menunjukkan tekad DKPP untuk selalu memperteguh dan selalu memperkuat komitmen kita dalam proses penegakan etik. Saya kira sumpah pada pleno DKPP ini bisa ditiru oleh Bawaslu dan KPU di provinsi,” katanya lagi.
Bagi Alfitra, sumpah adalah janji kita kepada Allah SWT sehingga DKPP selalu melakukan pengucapan sumpah bukan saja kepada pimpinan, tetapi semua dari tenaga ahli dan drafter. Dengan janji kepada Allah tersebut hasil keputusan DKPP itu tidak akan ‘bocor’ keluar sebelum palu diketuk. Inilah pertimbangan mengapa sumpah itu dilaksanakan sesaat sebelum pleno.
Menurut Alfitra, selama delapan tahun eksistensinya, DKPP dibanggakan dalam konteks penyelenggaraan etik pada level nasional. DKPP adalah satu-satunya lembaga yang sampai saat ini masih secara terus-menerus menegakkan etik adalah lembaga penyelenggara pemilu. Jika dibandingkan dengan lembaga-lembaga lain yang punya etik, DKPP adalah lembaga yang secara terus-menerus dan punya sistem yang menyelenggarakan penegakan etik.
“Saya merasa yakin bahwa sepatutnya penyelenggara pemilu itu adalah lembaga yang dipercaya masyarakat lembaga karena memiliki akuntabilitas dan integritas. Selama perjalanan delapan tahun, saya melihat satu-satunya lembaga di Indonesia yang memiliki proses akuntabilitas dan penegakan etika adalah penyelenggara pemilu. Ini adalah kebanggaan kita semua,” lanjutnya disambut tepuk tangan peserta.
Melalui bimtek ini, DKPP dan TPD akan melihat perkembangan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Alfitra mengakui belum bisa mengkaji secara serius di level mana pelanggaran yang paling banyak terjadi, tetapi sepintas dia melihat pelanggaran etik pada level provinsi sangat kecil dibandingkan kabupaten/kota dan ad hoc.
Di akhir pengarahan, Alfitra berharap bimtek ini dapat dijadikan sebahai forum evaluasi, forum mengkaji kembali kembali terkait efektivitas dalam proses penegakan etik, lebih spesifik lagi bagaimana mengevaluasi peranan TPD dalam proses persidangan. “ Dari proses persidangan DKPP sangat mengandalkan resume dari TPD. Oleh karena itu saya berharap forum ini bisa dijadikan forum evaluasi, forum untuk mengkaji kembali di mana letak kelebihan dan kekurangan kita,” tambahnya.
Alfitra juga mengimbau kepada penyelenggara pemilu khususnya di tingkat pusat bahwa pandemi covid-19 ini tidak jelas kapan berakhir. Dan pemerintah sampai sekarang pun belum ada wacana untuk menunda kembali (Pilkada 2020_red), tetapi saya berharap kepada penyelenggara pemilu level pusat sampai ke bawah semoga bisa mempersiapkan hal-hal yang terburuk.
“Sekalipun kita belum mempersiapkan emergency planning kalau pandemi ini semakin meningkat. Oleh karena itu saya mengimbau dalam kesempatan ini, semoga kita sudah bisa mempersiapkan pilkada jika sampai terjadi hal yang terburuk,” tutupnya. [Humas DKPP ]