Kendari, DKPP – Sesi pertama pada kegiatan
Pendidikan Etik Penyelenggara Pemilu Kabupaten/Kota se Provinsi Sulawesi
Tenggara, Anggota DKPP Dr. Alfitra Salamm dan Prof. Teguh Prasetyo menyampaikan
materi tentang “Evaluasi Penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu di
Provinsi Sulawesi Tenggara” dan juga “Sejarah dan Kelembagaan
DKPP” kepada para peserta di Kelas C yang bertempat di Ruang Crysant Hotel
Grand Clarion Kendari, pada Senin (26/11).
Kegiatan ini adalah rangkaian Pendidikan Etik
Bagi Penyelenggara Pemilu Se-Sulawesi Tenggara. Setelah kegiatan dibuka oleh
Ketua DKPP Harjono, peserta dibagi menjadi tiga kelas dengan konsen
pembelajaran yang berbeda. Tiga kelas tersebut terdiri dari kelas A, B, dan C. Kelas
C terdiri dari komisioner KPU dan Bawaslu dari Kab. Buton, Kab. Buton Selatan,
Kab. Buton Utara, Kab. Buton Tengah, dan
Kab. Bombana.
Sesaat sebelum narasumber menyampaikan
materi, ditayangkan video terkait materi yang akan disampaikan. Mengawali
paparannya, Alfitra Salamm menyampaikan bahwa meskipun Sultra bukan daerah
dengan jumlah pengaduan tertinggi, namun menjadi konsen DKPP selain Sumatera
Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Papua. Oleh sebab itu, DKPP memenadang perlu
untuk menyelenggarakan kegiatan Pendidikan Etik di provinsi ini.
Berdasarkan data-data yang diolah DKPP,
Alfitra menilai Sultra menunjukkan
tren dengan jumlah pengaduan yang makin meningkat. Oleh karena itu, dia
berpesan kepada seluruh peserta untuk selalu bertindak hati-hati sesuai
regulasi, dan juga tetap waspada. Hal ini tidak mudah sebab menjadi
penyelenggara dituntut untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai aturan,
menjaga integritas, serta menjaga perilaku pribadi yang kadang terabaikan.
“Menjadi penyelenggara itu sulit.
Kebebasan anda
dibatasi, namun bukan berarti dikekang sama sekali. Spirit juga mesti dijaga
dengan tetap memeperhatikan
hal-hal sepele, ” ucapnya.
Pada
saat yang sama, Prof. Teguh Prasetyo menambahkan bahwa pemilu adalah alat
demokrasi untuk memilih pemimpin secara periodik. Sukses tidaknya pelaksanaan
pemilu bergantung kepada kinerja para penyelenggaranya, sehingga penyelenggara
memiliki tugas dan amanah yang berat dalam memilih calon pemimpin yang
berkualitas. Pemilu di Indonesia dari Sabang sampai Merauke dengan segala
persoalannya yang sangat rumit, membutuhkan penanganan secara mendalam atau
khusus.
“Suara rakyat adalah suara Tuhan, dan
penyelenggara mesti menjaganya. Penyelenggara memiliki visi mulia, karenanya
jangan mudah digoda dan jangan mudah tergoda. Harus punya komitmen dan
integritas diri,” tuturnya. [Nur Khotimah – Sandhi]