Manado, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar Rapat Koordinasi Persiapan Teknis Sidang KEPP Perkara Nomor 54-PKE-DKPP/III/2019 Ketua dan Anggota KPU Kota Bitung dan Perkara Nomor 55-PKE-DKPP/III/2019 Ketua dan Anggota KPU Kab. Minahasa dan Ketua dan Anggota Bawaslu Kab. Minahasa, di Hotel Swiss-Belhotel Maleosan Manado, pada Rabu (3/4).
Rakor ini dipimpin oleh Anggota DKPP Dr. Alfitra Salam didampingi Tenaga Ahli, Suparmin. Hadir dlm rakornis, TPD Prov Sulut : Ferry Daud Liando & Syamsurizal A.J. Musa (unsur masy), Meydi Tinangon & Salman Saelangi (unsur KPU Sulut), Awaluddin Umbola (unsur Bawaslu), jajaran Sekretariat KPU & Bawaslu Sulut, serta jajaran Polda Sulut.
Untuk diketahui, perkara yang disidangkan esok hari, Kamis (4/4), akan digelar di Kantor Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara, bertindak sebagai Pengadu Perkara Nomor 54-PKE-DKPP/III/2019 adalah Adelin A. Thalib dan Ronny F. Pusung, sementara untuk Perkara Nomor 55-PKE-DKPP/III/2019 adalah Yano P. A. Maki.
Rakor ini digelar selain sebagai ajang silaturahmi stakeholder terkait, juga sebagai media untuk menggali persiapan dan kesiapan pelaksanaan sidang esok, baik dari segi teknis maupun keamanan, serta mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi.
Mengawali paparannya, Alfitra mengingatkan kepada seluruh jajaran penyelenggara pemilu untuk lebih waspada terhadap money politik. Menurut dia, money politik merupakan peluang pertama sebab rusaknya demokrasi. Sasaran money politik selain kepada pemilih, juga menyasar kepada jajaran penyelenggara pemilu, terutama di tingkat ad hoc. Kedua modus ini sama-sama berbahaya terutama modus kedua bahwa para penyelenggara pemilu ini meminta kepada para caleg.
“Modus ini merupakan fenomena baru dari money politik berdasarkan perkara yang pernah disidang DKPP,” tutur dia.
Kemudian, Alfitra juga mengingatkan kepada jajaran penyelenggara menjelang pesta demokrasi pada tanggal 17 April 2019 mendatang, pentingnya kesepahaman, persepsi, dan sinergitas antara jajaran KPU dan Bawaslu dalam menyikapi regulasi-regulasi baru seperti keputusan Mahkamah Konstitusi terkait penggunaan surat keterangan (suket) dan atau Form A5 dalam pemilu.
Lebih lanjut, Alfitra juga berpesan terutama kepada Pengawas TPS agar sentiasa menjaga kesehatan, selalu fit, karena bagaimana pun mereka akan dihadapkan dengan durasi pemungutan dan penghitungan suara yang lebih panjang dari biasanya. Pemilu 17 April 2019 mendatang bisa dibilang sebagai ibunya pemilu. Segala potensi pelanggaran wajib diantisipasi secara cermat.
Dalam kesempatan tersebut, Alfitra juga menyampaikan bahwa per tanggal 15 Maret 2019, mekanisme penanganan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di tingkat ad hoc (panwaslu kecamatan, panwaslu kelurahan/desa, dan pengawas TPS) dilaksanakan oleh jajaran penyelenggara tingkat kabupaten/kota.
“Bawaslu Kab/Kota sebagai eksekutor untuk melakukan pemeriksaan, klarifikasi, hingga memutuskan untuk pemberhentian tetap kepada penyelenggara adhoc jika terbukti ada pelanggaran kode etik,” lanjut dia.
Hal ini sesuai dengan PerDKPP No. 2 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara KEPP diubah menjadi PerDKPP No. 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Beracara KEPP, juga PerBawaslu No.4 Tahun 2019 tentang Mekanisme Penanganan Pelanggaran Kode Etik Panwaslu kecamatan, panwaslu kelurahan/desa, dan pengawas TPS, yang baru-baru ini disosialisasikan.
“Aturan ini bertujuan supaya kecepatan adanya kepastian hukum, jangan sampai ada kekosongan penyelenggara pemilu di tingkat adhoc,” tutup dia. [Nur Khotimah]